Jakarta- Ditengah kondisi ekonomi global yang menantang pada tahun 2020, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) terus mendorong pembiayaan properti meski terus diliputi oleh ketidakpastian.
Kendati pertumbuhan bisnis KPR masih penuh dengan ketidakpastian, Nixon menilai peluang bisnis KPR akan tetap tumbuh di atas rata-rata di pertumbuhan kredit khususnya di segmen KPR Non Subsidi.
Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN, Nixon L.P Napitupulu menilai, pada segmen KPR non subsidi BTN bisa tumbuh di kisaran 10-12% atau menyamai pertumbuhan kredit secara umum yang dipatok oleh Bank Indonesia (BI) pada tahun 2020. Nixon menyebut pada tahun depan banyak potensi yang akan digarap BTN dan mendukung bisnis tersebut.
“Bersaing di segmen KPR Non subsidi sangat ketat, karena kita bersaing dari sisi cost of fund, untuk itu Bank BTN akan meraih sumber pendanaan jangka panjang sekitar 15 tahun atau lebih sehingga dapat membuat skema KPR yang cicilannya makin terjangkau,” kata Nixon di Jakarta, Selasa 10 Desember 2019.
Nixon menjabarkan, ada empat faktor utama yang bakal digarap oleh bisnis KPR BTN. Pertama Nixon menyebut, tumbuhnya kelas emerging affluent, yang diperkirakan mencapai kurang lebih 125 juta orang pada tahun 2020 akan memiliki daya beli yang besar. Dengan mayoritasnya diprediksi adalah generasi milenial BTN akan terus menyasar segmen tersebut.
Faktor kedua Nixon menyebut, penerapan pelonggaran LTV oleh BI yang berlaku mulai Desember 2020 kemungkinan akan mulai berdampak pada tahun 2020. Sedangkan potensi ketiga adalah akan selesainya proyek-proyek infrastruktur khususnya yang terkait transportasi yang akan meningkatkan permintaan perumahan di kawasan Transit Oriented Development atau TOD.
Sementara faktor yang terakhir adalah insentif perpajakan yang diberikan Kementerian Keuangan terkait pajak pertambahan nilai atau PPN. Nixon menjelaskan, insentif tersebut merupakan peningkatan batasan tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rumah sederhana sesuai daerahnya, pembebasan PPN atas rumah atau bangunan korban bencana alam, serta peningkatan batasan hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPnBM dari Rp 5 miliar atau Rp 10 miliar menjadi Rp 30 miliar.