Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) dapat mengatasi perbaikan tata kelola dan mengoptimalkan pendapatan negara agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
“Revisi undang-undang PNBP adalah untuk kita mampu memperbaiki tata kelola dari PNBP, yang diharapkan untuk PNBP yang berhubungan dengan pelayanan publik berarti dia tidak sekedar memungut masyarakat tapi harus ada earn return sebagai balasannya adalah pelayanan yang makin baik kepada masyarakat, tata kelola yang bersih, dan akuntabel,” ujarnya seperti dikutip dari laman Kemenkeu, di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.
Beberapa penyempurnaan pokok dalam RUU PNBP ini meliputi lima hal yaitu pertama pengelompokkan objek. Kedua, pengaturan tarif. Ketiga, tata kelola, keempat pengawasan dan kelima, hak Wajib Bayar.
Terkait pengelompokan objek, PNBP terbagi dalam enam klaster, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara dipisahkan (KND), pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya. Pengklasteran ini digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan jenis dan tarif PNBP guna mengoptimalkan penerimaan negara yang berasal dari PNBP dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing objek PNBP, prinsip keadilan, dan menjaga kualitas layanan pada masyarakat.
Kedua, mengenai pengaturan tarif PNBP. Pertimbangan tarif, melihat dari sisi dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan, termasuk penguatan landasan hukum dalam rangka pemberian kebijakan pengenaan tarif sampai dengan nol rupiah atau nol persen untuk kondisi tertentu. Kebijakan ini ditujukan untuk masyarakat tidak mampu, pelajar/mahasiswa, penyelenggaraan kegiatan sosial, usaha mikro, kecil, dan menengah, kegiatan keagamaan, kegiatan kenegaraan, dan keadaan di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar.
Di samping itu, penetapan jenis dan tarif PNBP memungkinkan untuk dilakukan dengan Peraturan Menteri Keuangan, khususnya untuk tarif atas layanan PNBP yang bersifat dinamis untuk menjaga kualitas pelayanan dan percepatan penyesuaian terhadap nilai wajar dan harga pasar.
Selanjutnya, Ketiga, penyempurnaan tata kelola PNBP antara lain pengaturan kewajiban Instansi Pengelola PNBP untuk melakukan verifikasi dan pengelolaan piutang, serta pemanfaatan teknologi dalam rangka pengelolaan PNBP untuk peningkatan layanan dan efisiensi. Keempat, penguatan fungsi pengawasan dilaksanakan dengan melibatkan aparat pengawas intern pemerintah, sehingga dapat meminimalkan pelanggaran atas keterlambatan atau tidak disetornya PNBP ke Kas Negara oleh Wajib Bayar, Instansi Pengelola PNBP, dan Mitra Instansi Pengelola serta penggunaan langsung di luar mekanisme APBN oleh Instansi Pengelola PNBP.
Kelima, penyempurnaan ketentuan yang terkait dengan hak Wajib Bayar antara lain pemberian keringanan berupa penundaan, pengangsuran, pengurangan, dan pembebasan dengan memperhatikan kondisi di luar kemampuan Wajib Bayar atau kondisi kahar, kesulitan likuiditas, dan kebijakan Pemerintah. Lalu keenam, pelaksanaan RUU PNBP yang baru ini akan diikuti dengan penyederhanaan dan pengurangan jenis dan tarif PNBP, khususnya yang berkaitan dengan layanan dasar, tanpa mengurangi tanggung jawab Pemerintah untuk menyediakan layanan dasar secara berkualitas dan berkeadilan berdasarkan perundang-undangan. (*)