Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, Bank Muamalat mencatatkan rapor yang kurang menggembirakan. Kualitas asetnya terus menurun. Salah satu pendorongnya adalah fungsi intermediasi yang tidak berjalan dengan optimal dimana pertumbuhan penyaluran pembiayaan menjadi sumber keuntungan terus melambat.
Per Juni 2019, Aset Bank Muamalat sebesar Rp54,57 triliun atau turun 1,14 persen dibandingkan Juni 2018 yang sebesar Rp55,20 triliun year on year (yoy). Penurunan aset sejalan dengan melorotnya penyaluran pembiayaan 10,7% menjadi Rp17,68 triliun melorot 10,7% (yoy). Alhasil laba yang diperoleh terjun bebas hingga 95 persen menjjadi Rp5,08 miliar dari periode yang sama tahun 2018 yang sebesar Rp103,733 miliar.
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE), Piter Abdullah berpendapat, permasalahan Bank Muamalat utamanya adalah penurunan nilai aset yaitu dengan meningkatnya NPF. Pembiayaan yang macet terutama pada pembiayaan korporasi yang sebenarnya bukan pasar potensialnya Bank Muamalat.
“Seharusnya bank muamalat lebih fokus menggarap nasabah perorangan bukan nasabah korporasi, “ ujarnya kepada Infobanknews, di Jakarta, Jumat, 15 November 2019.
Meski demikian, menurutnya, strategi menggarap pasar korporasi sebenarnya juga tidak salah kalau dilakukan secara benar dan didukung oleh Sumber Daya Manusian (SDM) yang kuat dan memahami karakteristik pasar korporasi.
Kinerja yang tak kunjung membaik ini menyebabkan munculnya skenario penyelamatan Bank Muamalat. Salah satunya dengan dibantu oleh bank BUMN. Meskipun belakangan Menteri BUMN Erick Tohir membantah hal tersebut. (*) Dicky