Bali — Sistem pembayaran nasional yang terpercaya dan inklusif merupakan salah satu tulang punggung utama upaya akselerasi pencapaian inklusi perekonomian bagi 9,3 juta penduduk unbanked serta 62,9 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Sasaran tersebut telah tercatat dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025 (BSPI 2025).
Untuk itu, secara proaktif, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) telah melakukan kajian dan studi sejak tahun 2018 dengan dukungan penuh industri. Studi yang dilakukan oleh ASPI ini mencakup survei atau interview pelaku industri, dan validasi arah strategis. Kajian ini juga mencakup kajian terhadap global payment industry leading practices. Hasil dari kajian ini akan menjadi masukan industri secara independen kepada Bank Indonesia (BI).
Demikian benang merah yang disampaikan oleh Ketua ASPI sekaligus Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Anggoro Eko Cahyo pada saat menyampaikan Sambutan dalam Executive Gathering ASPI 2020 yang bertemakan “Membangun Sistem Pembayaran Digital Nasional Yang Terpercaya dan Inklusif” di Bali, Sabtu (29 Februari 2020).
Hadir pada kesempatan tersebut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Filianingsih Hendarta, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Pungki P Wibowo, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Surveilains Sistem Keuangan Y Budiatmaka, dan Direksi/pimpinan dari anggota ASPI.
“Ringkasan hasil studi ASPI yang telah dikonsultasikan dengan pihak DKSP Bank Indonesia dipaparkan dalam Executive Gathering ini agar kolaborasi dan prioritas sumber daya industri dapat disiapkan dan diselaraskan bagi pencapaian Visi SPI 2025,” ujar Anggoro dalam keterangan media yang diterima redaksi Minggu (1/3/2020).
ASPI mengklaim telah mampu secara proaktif menyelesaikan pendalaman dan implementasi ketentuan mikro atau teknis operasional terkait Kebijakan Sistem Pembayaran. Termasuk di dalamnya adalah penyusunan standar QRIS yang relatif lebih baik dari standar regional sejenis dan implementasi standar QRIS MPM (Merchant Presented Mode). Asosiasi juga telah selesai menyusun Ketentuan ASPI (KASPI), serta memberikan dukungan rutin pelaksanaan kebijakan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) BI.
“Kontribusi industri tersebut telah meningkatkan akses pembayaran digital yang lebih luas dan inklusif bagi masyarakat melalui kolaborasi bank dan non-bank, serta fintech. Pada kesempatan ini, untuk pertama kali, kami peragakan ujicoba QRIS Costumer Presented Mode atau CPM dan peninjauan booth QRIS atau QRIS Walkthrough,” tuturnya.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo yang menjadi keynote speech dan sekaligus membuka Executive Gathering ASPI ke-6 mengatakan ada lima Visi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025.
Pertama, SPI 2025 mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses pengedaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendorong inklusi keuangan.
Kedua, SPI 2025 mendukung digitalisasi perbankan sebagai Lembaga utama dalam ekonomi keuangan digital melalui open banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
Ketiga, SPI 2025 menjamin interlink antara fintech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow-banking melalui pentauran teknologi digital (seperti API), kerja sama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.
Keempat, SPI 2025 menjamin keseimbangan antara inovasi dengan consumers protection, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan KYC& AML-CFT, kewajiban keterbukaan data/informasi/bisnis public, dan penerapan regtech dan suptech dalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan.
Kelima SPI 2025 menjamin keepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerja sama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan resiprokalitas.
“Digitalisasi sistem pembayaran melalui BSPI 2025 diarahkan untuk integrasi ekonomi dan keuanagn digital secara end-to-end yang searah dengan upaya menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan,” imbuh Perry.
Anggota ASPI sebagai ujung tombak
Anggoro juga menegaskan bahwa 149 anggota ASPI telah siap menjadi ujung tombak transformasi pembayaran digital nasional. Studi arah strategis ASPI dan konsultasi dengan regulator merupakan bagian dari tanggung jawab penting ASPI sebagai salah satu upaya untuk memeratakan tingkat kesiapan dan sumber daya seluruh pelaku industri dalam mendukung sistem pembayaran digital nasional yang terpercaya dan inklusif.
“Program transformasi adalah suatu proses yang dinamis berkelanjutan sesuai dengan tahapan dan prioritas strategis Pemerintah atau Regulator, sehingga adalah sangat penting bagi ASPI untuk memastikan dan mendukung kesiapan industri dalam hal ini ke-149 anggota ASPI yang akan berperan sebagai salah satu ujung tombak,” ungkapnya.
Keberhasilan gotong royong anggota ASPI telah terbukti dalam mendukung penyelesaian program nasional Sistem Pembayaran Nasional selama ini. Pencapaian yang telah tercatat adalah seperti penyusunan standar QRIS (MPM/CPM) yang relatif lebih unggul dibanding standar regional sejenis, Ketentuan ASPI terkait Transaksi Kliring/RTGS, hingga Program Elektronifikasi Pembayaran Transaksi Jalan Tol. Selain itu, ASPI juga telah melakukan Perluasan Akses Interkonektivitas dan Interoperabilitas melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). (*)