Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan monitoring terkait dengan permasalahan PT Jiwasraya (Persero) yang gagal bayar Rp802 miliar atas investasi yang sudah jatuh tempo. Menurut Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank II OJK M. Ichsanuddin, bahwa pihaknya sudah mengetahui masalah PT Jiwasraya sejak kuartal I 2018 lalu.
Berdasarkan analisis yang dilakukan OJK, kata dia, bahwa dalam laporan bulanan Jiwasraya menunjukkan, pendapatan premi dan hasil investasi perusahaan, termasuk dari produk saving plan turun tajam, kondisi ini merupakan temuan penting yang bisa merusak bisnis Jiwasraya. Bahkan pendapatan premi Jiwasraya saat ini masih di bawah Rp8 triliun alias masih jauh dari realisasi tahun lalu.
“Pas bulan ketiga kita lihat preminya kok segini. Waktu 2017 total premi termasuk saving plan kan sampai Rp21,9 triliun. Nah ketika itu sudah memasuki bulan keempat baru sekitar Rp3 triliun,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 18 Oktober 2018.
Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, adanya gap yang terjadi karena masalah kesulitan likuiditas di tubuh Jiwasraya. Menurutnya, perusahaan mengalami liquidity shock karena pemegang polis ramai-ramai mengambil uang mereka beserta return yang dijanjikan Jiwasraya.
“Jangankan asuransi, bank sehatnya juga kalau (nasabah) ramai ngambil tabungan sama deposito, enggak ada duit. Wong duitnya disalurin kredit yang jangkanya panjang. Apalagi kalau KPR, bagaimana? Tentu akan mengalami kesulitan likuditas. Masalahnya itu. Kalau masalah investasi, nunggu. Jadi ini masalah mismatch liquidity,” ucapnya.
Terkait dengan kebijakan Jiwasraya yang akan mencicil tunggakan ke pemegang polis, OJK tidak punya kewenangan untuk turut campur. OJK hanya mengingatkan kepada manajemen Jiwasraya untuk lebih memperhatikan implementasi tata kelola yang baik, pengelolaan manajemen risiko yang lebih baik, dan melakukan kehati-hatian investasi yang didukung dengan pemanfaatan teknologi.
Selain itu, Jiwasraya juga harus senantiasa berkoordinasi dan melaporkan kepada regulator serta pemegang saham.
Asal tahu saja, kesulitan likuiditas yang terjadi di Jiwasraya baru terungkap dari sepucuk surat yang ditujukan kepada bank-bank yang menjual produk JS Proteksi Plan dengan konsep bancassurance.
Sejauh ini OJK terus melakukan pemantauan terhadap Jiwasraya yang gagal bayar Rp802 miliar atas investasi yang jatuh tempo 10 Oktober 2018. Di sisi lain, kata dia, manajemen dan pemegang saham juga sudah mengambil tindakan untuk dapat segera menyelesaikan persoalan gagal bayar yang mencuat di publik, akibat bocornya surat internal pemberitahuan keterlambatan pembayaran polis.
Kesulitan likuiditas yang terjadi di Jiwasraya ini dibenarkan oleh Asmawi Sjam, Direktur Utama, Jiwasraya. Diketahui ada tujuh bank yang memasarkan produk tersebut. Diantaranya adalah, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, dan Bank QNB Indonesia.