Jakarta – Melonjaknya inflasi di Indonesia yang sebesar 4,9% pada bulan Juli di dorong oleh tingginya inflasi pangan sebesar 11,5%. Meskipun inflasi di Indonesia belum terlalu tinggi seperti di negara-negara maju, namun hal ini sudah mulai menjadi sebuah ancaman bagi kesejahteraan masyarakat.
“Inflasi pangan menjadi sangat kritikal. Karena bobot inflasi pangan terhadap pengeluaran rumah tangga di Indonesia khususnya rumah tangga menengah ke bawah cukup besar. Sehingga, kenaikan inflasi bahan pangan akan menggerus daya beli dan akhirnya menurunkan kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah. Apabila ini tidak ditangani dengan baik akan berdampak juga pada sosial-politik dan keamanan,” ujar Juda Agung, Deputi Gubernur Bank Indonesia dalam acara Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, Rabu, 31 Agustus 2022.
Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan tujuh program dari Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan sesuai dengan arahan Presiden RI, sebagai upaya dalam menurunkan target inflasi pangan kembali menjadi 5%.
Pertama, optimalisasi anggaran Kementerian/Lembaga serta pemerintah daerah untuk operasi pasar dan stabilisasi harga dalam menjaga daya beli masyarakat. Kedua, implementasi kerjasama antar daerah. Ketiga, mengoptimalkan distribusi pangan strategis melalui subsidi ongkos angkut.
Keempat, penguatan ketahanan komoditas holtikultura dan pasokan pangan strategis lainnya, khususnya komoditi cabai dan bawang merah yang saat ini menjadi sumber inflasi pangan di banyak daerah. Kelima, peningkatan pemanfaatan alat mesin pertanian (Alsintan) dan sarana produksi (Saprodi). Keenam, inovasi digitalisasi didalam pertanian dan terakhir memperkuat komunkikasi dan berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
“Karena inflasi pangan ini tidak bisa ditangani oleh Kementerian Pertanian sendiri, tidak bisa ditangani oleh Bank Indonesia sendiri dan tidak bisa ditangani oleh Pemda sendiri, semua harus bergandeng tangan untuk mengatasi inflasi pangan,” jelas Juda. (*) Irawati