Jakarta – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian di Indonesia, terlihat dari kontribusinya terhadap PDB yang mencapai 60,34 persen di 2018. Namun masih banyak UMKM yang kesulitan mengembangakn usahanya lantaran terbentur akses permodalan.
Direktur Bisnis Penjaminan Perum Jamkrindo Amin Masudi mengatakan, ada 4 problem yang menyebabkan UMKM kesulitan mengakses permodalan. Pertama biaya administrasi kredit UMKM sangat mahal. Kedua UMKM Asymetris Information atau datanya tidak bisa dipastikan kebenarannya. Ketiga UMKM dipersepsikan berisiko tinggi. Keempat, UMKM tidak mempunyai agunan yang cukup.
“Assymetric Information bisa menyebabkan dua hal yang berbahaya yaitu seleksi yang salah dan moral hazard. Selain itu pelaku UMKM kebanyakan berada di daerah rural sedangkan lembaga keuangan kebanyakan di perkotaan sehingga cost monitoringnya sangat mahal,” ujarnya dalam seminar bertajuk Strategi Penguatan Kapabilitas SDM UMKM di Jakarta, 29 November 2019.
Berdasarkan keempat hal tersebut, menurut Amin, timbulah kebutuhan akan perusahaan penjaminan. Lembaga penjaminan berperan sebagai jembatan bagi UMKM yang layak namun belum bankable untuk mengakes permodalan. Potensi kredit penjaminan masih besar. Hal ini terlihat dari kredit UMKM yang baru dijamin oleh perusahaan penjaminan yang baru sekitar 21,1 persen dari total kredit UMKM yang mencapai Rp949 triliun di 2018. Padahal menurutnya, nilai kredit yang mampu dijamin industri penjaminan hingga Rp538 triliun.
“Perusahaan penjaminan bisa menjamin 40 kali dari angka likuiditas yang sebesar Rp13,4 triliun. Artinya perusahaan penjaminan melakukan dapat melakukan penjaminan kredit hingga Rp538 triliun,” paparnya.
Di Indonesia ada 22 lembaga penjaminan dengan total aset menvapai Rp19,4 triliun. Satu adalah lembaga penjaminan yang juga merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Perum Jamkrindo, 18 perusahaan penjaminan daerah (Jamkrida), satu perusahaan penjaminan swasta, dan dua perusahaan penjaminan syariah. (*) Dicky F Maulana