Jakarta – Indonesia resmi bergabung sebagai anggota penuh BRICS, kelompok negara yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Informasi ini diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri Brasil pada Senin, 6 Januari 2025, waktu setempat.
“Pemerintah Brasil menyambut bergabungnya Indonesia dalam BRICS,” demikian pernyataan resmi yang dikutip dari VOA Indonesia, Selasa, 7 Januari 2025.
Brasil menyebut bahwa dengan populasi dan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia akan berbagi visi dengan anggota BRICS lainnya dalam upaya mereformasi lembaga-lembaga tata kelola global serta memperdalam kerja sama Selatan-Selatan.
Baca juga : Begini Respons China Usai Indonesia Resmi jadi Anggota BRICS
Apa itu Brics?
BRICS (akronim dari: Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan/South Africa) adalah kelompok negara berkembang yang ingin meningkatkan pengaruhnya di dunia. Mereka bekerja sama untuk mengurangi dominasi negara Barat dalam ekonomi dan politik global.
Kelompok ini juga mendorong reformasi lembaga internasional seperti Dewan Keamanan PBB, Bank Dunia, dan G7. Salah satu tujuannya adalah mengurangi ketergantungan pada dolar AS dengan mempromosikan perdagangan menggunakan mata uang lokal dan mendirikan lembaga keuangan seperti Bank Pembangunan Baru (NDB).
Istilah BRICS pertama kali diperkenalkan pada 2001 oleh ekonom Jim O’Neill untuk menggambarkan potensi ekonomi Brasil, Rusia, India, dan China. Kelompok ini mulai bertemu secara resmi pada 2009, dengan Afrika Selatan bergabung pada 2010.
Baca juga: Begini Respons China Usai Indonesia Resmi jadi Anggota BRICS
Pada 2023, BRICS mengundang anggota baru, seperti Mesir, Iran, dan Uni Emirat Arab. Indonesia bergabung untuk memperkuat posisi di kawasan Asia dan meningkatkan pengaruh global. BRICS mengadakan pertemuan tahunan dengan fokus pada kebijakan ekonomi, reformasi global, dan kerja sama Selatan-Selatan.
Keuntungan Indonesia Gabung BRICS
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, menyebutkan sejumlah keuntungan yang dapat diraih Indonesia sebagai anggota BRICS.
Salah satunya adalah peluang kerja sama perdagangan melalui perjanjian Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
“Kerja sama dalam bentuk CEPA atau trade agreement akan membuka akses pasar yang lebih besar. Jika dibandingkan dengan G7, BRICS berpotensi memberikan akses yang jauh lebih luas,” jelas Andry.
Baca juga: Indonesia Resmi Masuk ‘Geng’ BRICS, Kemlu Bilang Begini
Selain itu, bergabungnya Indonesia ke BRICS memungkinkan pengembangan sistem pembayaran baru yang tidak bergantung sepenuhnya pada dolar AS.
Kerugian Indonesia Gabung BRICS
Meski terdapat berbagai keuntungan, bergabungnya Indonesia ke BRICS juga memunculkan sejumlah risiko/kerugian.
Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, mengingatkan bahwa secara geopolitik, keberadaan Rusia dalam BRICS dapat memengaruhi posisi Indonesia di tengah dinamika global.
“Kita juga harus balancing dengan Amerika Serikat, jadi masih fluid (cair) apakah akan dibawa ke geopolitiknya seperti apa, Indonesia juga sudah jelas kebijakan untuk internasionalnya seperti apa,” jelasnya.
Baca juga: Trump Ultimatum BRICS: Gunakan Dolar AS atau Kehilangan Pasar Amerika
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyoroti risiko ketergantungan yang lebih besar pada China.
Ia mencatat bahwa tanpa BRICS pun, porsi investasi dan perdagangan Indonesia dengan China sudah sangat signifikan.
Sebab tanpa BRICS, dari sisi investasi dan perdagangan Indonesia, porsi Cina sudah sangat besar. Di mana, impor Indonesia dari Cina naik signifikan sebesar 112,6 persen dalam 9 tahun terakhir, dari 29,2 miliar dolar AS di 2015 menjadi 62,1 miliar dolar AS pada 2023.
Baca juga : Antara OCED dan BRICS, Ekonom Beberkan Untung Ruginya bagi Indonesia
Sementara itu, investasi dari Cina melonjak 11 kali di periode serupa. Indonesia juga tercatat sebagai penerima pinjaman Belt and Road Initiative terbesar dibanding negara lainnya pada 2023.
“Ketergantungan pada China juga membuat perekonomian lebih rapuh. Di saat ekonomi China diproyeksikan menurun 3,4 persen dalam empat tahun kedepan, terdapat kekhawatiran dengan bergabungnya Indonesia ke BRICS justru melemahkan kinerja perekonomian,” jelasnya.
Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Radityo Dharmaputra, menilai bahwa risiko geopolitik Indonesia dengan bergabungnya ke BRICS lebih besar dibandingkan keuntungan ekonominya.
“BRICS bukan hanya blok ekonomi, tetapi juga blok geopolitik. Keberadaan Indonesia di BRICS bisa dianggap memihak salah satu kubu dalam tensi geopolitik antara Barat, China, dan Rusia,” ujar Radityo.
Baca juga: Prabowo Jajaki BRICS, Bagaimana Nasib OECD yang Dirintis Jokowi?
Peneliti Celios, Yeta Purnama, menambahkan bahwa bergabungnya Indonesia ke BRICS dapat memengaruhi akses ke Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Ia menilai, urgensi Indonesia untuk masuk ke OECD jauh lebih tinggi dalam upaya menuju status negara maju.
“Dibandingkan BRICS, urgensi Indonesia untuk bergabung dengan OECD jauh lebih tinggi, sejalan dengan upaya Indonesia menuju negara maju,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra