Dana Perlindungan Pemodal diperlukan agar investor tidak menanggung sendiri atas risiko kehilangan aset yang terjadi. Rezkiana Nisaputra
Jakarta–PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI) melihat, sejauh ini dana perlindungan pemodal (DPP) atau investor protection fund (IPF) di pasar modal Indonesia dirasa masih sangat minim.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Direktur Utama P3IEI, Yoyok Isharsaya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa, 28 Juli 2015. Menurutnya, DPP di pasar modal RI masih Rp25 juta. Padahal, DPP diperlukan untuk menanggung risiko bagi pemodal.
“DPP diperlukan pemodal agar tidak harus menanggung sendiri atas risiko kehilangan aset yang terjadi bukan atas kesalahannya,” ujar Yoyok.
Dirinya membandingkan, di negara lain telah memiliki lembaga serupa seperti program perlindungan investor yang lebih besar. Sebut saja, Jepang dengan Japan Investor Protection Fund (JIPF) terbentuk sejak tahun 1960 dengan perlindungan 10 juta Yen atau Rp1 miliar.
Kemudian, Amerika Serikat (AS) dengan Securities Investor Protection Corporation (SIPC) dengan USD500 ribu atau Rp6,6 miliar. Lalu di negara sekawasan, Malaysia dengan Compentisation Fund for Bursa Securities dengan DPP Rp350 juta dan Singapura dengan The Singapore Exchenge (SGX) Fidelity Funds sebesar Rp494 juta.
Begitu juga dengan pasar modal Thailand dengan Securities Investor Protection Fund dengan DPP sebanyak Rp394 juta. “Indonesia Rp 25 juta untuk pemodal atau Rp 50 miliar per kustodian dan sekarang masih berlaku,” tukasnya.
Sementara, di BEI sendiri berencana meningkatkan DPP untuk pemodal dari Rp25 juta menjadi Rp 100 juta. Hal tersebut untuk meningkatkan kepercayaan pada pemodal.
“Dengan Rp25 juta tadi dengan perkembangan yang ada masih kecil dibanding dengan kawasan regional,” tutupnya. (*)
@rezki_saputra