Analisis

Indonesia Berpeluang Memperkuat Ekspor ke AS Meski Kena Tarif 19 Persen, Ini Alasannya

Labuan Bajo – Sampai saat ini, Indonesia menjadi negara emerging market yang dikenakan tarif impor Amerika Serikat (AS) paling rendah. Tarif sebesar 19 persen yang dikenakan itu menjadi yang terendah di Asia. Sebelumnya, Indonesia diancam tarif sebesar 32 persen.

Kepala Ekonomi Bank Central Asia (BCA), David E. Sumual mengungkapkan, Indonesia harus bisa mengoptimalkan tarif resiprokal 19 persen itu sebagai momentum dan peluang strategis untuk memperkuat ekspor ke AS.

“Dan AS sekarang mencoba cari alternatif supplier dan kita bisa raih peluang di sini, karena bisa terjadi trade diversity dari negara-negara yang tarifnya tinggi ke negara yang tarifnya rendah,” kata David dalam Editors Gathering Bank Indonesia di Labuan Bajo, Jumat, 18 Juli 2025.

Baca juga: Perbandingan Tarif Impor Trump di Negara ASEAN

Ia melanjutkan, bagi perusahaan trader, selisih tarif 1-2 persen itu cukup signifikan. Jika Indonesia mendapatkan tarif lebih rendah, bisa terjadi trade diversity dan itu menjadi kesempatan untuk memperbesar ekspor ke Amerika Serikat.

Indonesia sendiri selalu mencatatkan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat. Pada 2024 misalnya, surplus perdagangan dengan AS mencapai USD16,84 miliar.

Rumor yang menyebut Trump akan mengenakan tarif tambahan 10 persen bagi anggota BRICS, juga disebut David tidak lagi relevan. Trump juga tidak menyinggung ancaman tersebut dalam suratnya ke Indonesia.

Baca juga: Meski Tarif Trump Turun, Ekonom Prasasti Tetap Wanti-wanti Hal Ini

Di luar itu, David juga mendorong pemerintah untuk memanfaatkan kesepakatan dengan AS, untuk menarik investasi ke Indonesia.

“Dulu kan banyak halangan. Kita harus memberikan semacam sweetener lagi untuk yang mau investasi di kita,” tegasnya.

Terlepas dari itu, Indonesia juga bisa memacu ekspor dengan bermain di “dua kaki”. Selain ke Amerika Serikat, pemerintah juga sudah mencapai kesepakatan dagang dengan Uni Eropa. Ini menjadi potensi besar yang harus dimaksimalkan.

Sebelumnya, selama belasan tahun Indonesia dan Uni Eropa tidak juga berhasil mencapai kesepakatan dagang. (*) Ari Astriawan

Yulian Saputra

Recent Posts

BEI Tekankan Kolaborasi dan Tanggung Jawab Bersama Bangun Masa Depan Hijau

Poin Penting PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menekankan kolaborasi lintas sektor (pemerintah, dunia usaha, investor,… Read More

5 mins ago

Balikkan Keadaan, Emiten PEHA Kantongi Laba Bersih Rp7,7 M di September 2025

Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More

1 hour ago

Unilever Bakal Tebar Dividen Interim Rp3,30 Triliun, Catat Tanggalnya!

Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More

1 hour ago

Hadapi Disrupsi Global, Dua Isu Ini Menjadi Sorotan dalam IFAC Connect Asia Pacific 2025

Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More

2 hours ago

BAKN DPR Minta Aturan Larangan KUR bagi ASN Ditinjau Ulang, Ini Alasannya

Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More

2 hours ago

IHSG Sesi I Ditutup Menguat ke 8.655 dan Cetak ATH Baru, Ini Pendorongnya

Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More

3 hours ago