oleh Agung Galih Satwiko
BLOOMBERG akhir minggu lalu memberitakan bagaimana pengelola dana obligasi global (global bond fund managers) menjadikan pasar obligasi India dan Indonesia sebagai pilihan investasi utama tahun ini. Secara umum terkendalinya inflasi pada level yang rendah di kedua negara membuat bank sentral memiliki opsi untuk menurunkan tingkat bunga acuan, yang secara tidak langsung akan menurunkan yield dan meningkatkan nilai investasi pada obligasi.
Volatilitas 10 harian dari yield obligasi Negara di India telah turun dari 14,9% di bulan Maret menjadi 1,8% bulan lalu. Volatilitas juga turun untuk yield obligasi negara di Indonesia dari 16% menjadi 9,7% pada periode yang sama. Sepanjang bulan April terjadi peningkatan imbal hasil investasi di obligasi negara di Indonesia sebesar 1,5%, terbesar di Asia, diikuti oleh India yaitu sebesar 1%.
Kedua ekonomi ini memanfaatkan keuntungan dari turunnya harga minyak yang mendukung belanja fiskal dan menurunkan inflasi serta biaya hidup. Mata uang yang stabil juga turut mendukung arus investasi baik investasi modal maupun portofolio di kedua negara. Bank sentral India telah menurunkan tingkat bunga acuan sebanyak lima kali sejak tahun 2015. Sementara Bank Indonesia menurunkan tingkat bunga acuan tiga kali tahun ini.
Yield obligasi negara India tenor 10 tahun telah turun 33 bps sejak awal tahun 2016 menjadi 7,43% sementara Indonesia telah turun 97 bps menjadi 7,78% dalam periode yang sama. Aberdeen Asset Management Plc mengubah strategi menjadi overweight untuk India dan Indonesia. Demikian juga dengan PineBridge Investments. Franklin Templeton Investment Asia Bond Fund mengalokasikan Indonesia dalam portofolio investasinya sebesar 22,7%, terbesar dari seluruh negara di Asia, diikuti dengan India sebesar 19,8%. Sementara Pimco Asia Local Bond Fund juga menjadikan Indonesia sebagai negara dengan porsi investasi terbesar yaitu sebesar 19,9%, India di posisi ketiga sebesar 13,5%.
Morgan Stanley Investment Management yang juga menaruh porsi besar di Indonesia dan India serta Filipina menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia menaruh perhatian besar terhadap kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan menengah, termasuk juga langkahBank Indonesia yang mendukung kebijakan tersebut melalui penurunan tingkat bunga acuan. Sementara India juga memfokuskan pada pembenahan infrastruktur.
Kepemilikan asing di obligasi berdenominasi rupee baik obligasi korporasi maupun obligasi Negara di India naik sekitar USD726 juta dalam dua bulan terakhir. Sedangkan investor asing telah berinvestasi lebih dari Rp66 triliun/ USD5 miliar (net buy) sejak awal tahun ini. Masuknya investor asing telah mendorong penguatan Rupiah sebesar kurang lebih 4% minggu lalu (year to date).
Pada dasarnya peningkatan investasi dari pengelola dana obligasi global merupakan hal yang membanggakan, karena menunjukkan kepercayaan investor global terhadap kinerja fundamental ekonomi Indonesia. Namun demikian perlu kiranya dilakukan langkah-langkah antisipasi dalam rangka mengelola gejolak yang mungkin timbul dari risiko sudden. Selain tetap membuka diri terhadap investasi global, program pendalaman pasar keuangan domestik juga harus terus dilakukan sehingga investor domestik dapat menjadi tuan di rumah sendiri, dan bukannya menjadi pengikut investor asing (herd behavior). (*)
Penulis adalah staf Wakil Ketua DK OJK