Jakarta – Memasuki tahun politik, kondisi perekonomian di Indonesia diprediksi akan mencemaskan. Suhu politik yang kini mulai memanas, dikhawatirkan berdampak pada prospek pertumbuhan ekonomi Tanah Air.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Senior INDEF Aviliani mengatakan, berkaca dari dua kali penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) sebelumnya, pertumbuhan ekonomi tetap positif. Dia mencatat, pada Pemilu 2014 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,01%, sedangkan di Pemilu 2019 sebesar 5,02%.
“Secara umum, Pemilu (tahun politik) belum berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Avi, sapaan akrab Avialiani dalam Diskusi Publik Bersama Ekonom Senior INDEF, Kamis, 2 Maret 2023.
Menurutnya, tahun politik tak ada kaitannya terhadap ekonomi, karena sejauh ini pertumbuhan ekonomi di Tanah Air tetap positif. Dia menilai, masyarakat kini lebih dewasa dan menganggap hajatan politik sebagai hal yang biasa.
“Yang penting buat masyararakat, adalah jangan ganggu saya,” ujarnya.
Namun, kata Avi, yang harus menjadi perhatian adalah mengenai soal kesenjangan. Pertumbuhan ekonomi bisa tinggi karena mayoritas kontribusinya berasal dari masyarakat kelas atas. Sementara di kelas bawah masih tertinggal.
“Setelah ada Bantuan Langsung Tunai (BLT), pemberdayaan itu sangat penting. Jangan sampai pertumbuhan tinggi, kesenjangan makin tinggi tidak bagus. Jadi kita prediksi, pertumbuhan ekonomi tahun ini di angka 4,8 – 5,1%,” ungkap Avi.
Sementara, dari sisi penyaluran kredit, Avi mengatakan, penurunan kredit tejadi saat masa pandemi pada 2020. Setahun kemudian, penyaluran kredit mulai tumbuh, meski di bawah 5%. Baru pada tahun lalu, kredit rebound hampir 11%.
“Ekonomi dan pertumbuhan kredit itu beringian, makanya di sini butuh peranan kebijakan yang tepat. Kita harus banya bicara kebijakan demand side. Kalau supply side, sering kali tidak ada demand. Jadi, asalkan ada kebijakan yang bagus, ekonomi juga tak akan berpengaruh,” jelasnya.
Kebijakan pemerintah yang berkesinambungan juga akan mendorong investor untuk berinvestasi. “Orang itu biasanya takut dalam investasi itu karena biasanya kalau sudah mulai ganti presiden, policy-nya juga berubah. Ini memang perlu penguatan dalam Bappenas kita,” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra