“Risiko pertama ada capital outflow, jadi uangnya keluar dan mengganggu sistem keuangan semuanya. Risiko kedua, di tengah kebutuhan pemerintah akan utang, ekonomi bergejolak, mereka keluar, lha ini yang namanya yield surat utang akan naik, yang dibayar akan lebih mahal dari sekarang. Apalagi di tengah kurs yang melemah di kondisi terkahir. Jadi risiko kepemilikan utang oleh asing sangat berpengaruh,” kata dia.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah hingga akhir Juli 2017 mencapai Rp3.779,98 triliun. Jumlah tersebut meningkat Rp73,47 triliun dari bulan Juni yakni Rp3.706,52 Trilun.
Utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp3.045,0 triliun (80,6 persen) dan pinjaman sebesar Rp734,98 triliun (19,4 persen).
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada waktu lalu di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyebut utang negara kebanyakan dari masyarakat sebesar 62 persen. Uang tersebut di dapat dari pengelolaan uang di perbankan, reksa dana, dana pensiun, bahkan individual di dalam negeri. (*)
Editor: Paulus Yoga
Page: 1 2
Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More
Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More
Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More
Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More
Poin Penting Tri Pakarta merelokasi Kantor Cabang Pondok Indah ke Ruko Botany Hills, Fatmawati City,… Read More
Jakarta - Bank Mandiri terus memperkuat dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menghadirkan Livin’ Fest… Read More