Jakarta–PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) perusahaan pembiayaan non-bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), semakin gencar menyalurkan dananya untuk pembangunan infrastruktur strategis. Akhir Desember lalu, memberikan suntikan modal Rp 300 miliar ke PT Sumberdaya Sewatama, salah satu perusahaan pembangkit listrik nasional.
“Kami memberikan dukungan finansial bagi perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur yang digagas dengan baik dan layak secara komersial. Salah satunya adalah proyek pembangkit listrik yang menggunakan energi baru terbarukan,” ujar Sukatmo Padmosukarso, Presiden Direktur & Chief Executive Officer IIF, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, kemarin.
Sukatmo melanjutkan, selain sebagai salah satu infrastruktur strategis, pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan energi baru terbarukan juga merupakan proyek infrastruktur yang senantiasa menerapkan dan mengutamakan prinsip pengelolaan lingkungan. Hal ini sejalan dengan prinsip social and environment yang diterapkan oleh IIF bahwa setiap proyek yang dibiayai oleh IIF harus dapat ikut bertanggung jawab atas kondisi sosial dan lingkungan yang ikut terdampak dari pembangunan infrastruktur tersebut.
“Besar harapan kami bahwa apa yang telah kami terapkan dapat menjadi benchmark atau acuan bagi perusahaan lainnya untuk termotivasi dalam membangun infrastruktur di Indonesia yang bertanggung jawab terhadap kondisi sosial dan lingkungan di sekitarnya. Kami yakin, proyek semacam ini akan terus berkembang di masa mendatang,” ujarnya.
Dalam kesempatan sama, Sukatmo menyatakan, penyaluran dana yang dilakukan oleh IIF ke sektor ketenagalistrikan merupakan bentuk dukungan nyata IIF untuk menyukseskan program pembangunan listrik 35.000 MW. Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Sudirman Said, Juli 2015 lalu menyatakan, untuk pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan nanti porsinya mencapai 8.000 MW atau sekitar 25% dari keseluruhan program itu. Sementara itu, bila merujuk pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2014-2024 yang dibuat oleh PT Perusahaan Listrik Negara, untuk energi terbarukan dalam skala kecil (termasuk biomassa, biogas, minihidro dan tenaga surya) berkisar hingga 400 MW.
“Sebagai salah satu investor, kami melihat sektor ini cukup menjanjikan secara komersial. Kami meminta dukungan penuh pemerintah agar sektor ini juga bisa berjalan dengan baik. Misalnya soal tarif yang sesuai mengingat untuk membangun pembangkit listrik menggunakan energi baru terbarukan lebih mahal ketimbang dengan energi fosil,” papar Sukatmo lagi.
Perihal tingginya biaya pembangunan pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan, diakui Elan B. Fuadi, Direktur Utama PT Sumberdaya Sewatama (SSMM). Menurutnya, untuk membangun pembangkit listrik energi baru terbarukan seperti Pembangkit listrik tenaga minihidro maupun pembangkit listrik biogas dibutuhkan biaya paling tidak US$2-2,5 juta atau sekitar Rp27.000.000.000 (dua puluh tujuh miliar rupiah) untuk setiap 1 MW. “Jika membangun pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batubara, US$1,5 juta untuk setiap 1 MW,” sebutnya.
Oleh karena itu, Elan menyambut baik apa yang dilakukan oleh IIF untuk turut serta membiayai proyek-proyek semacam ini. Ia melihat, turut sertanya investor dalam bidang ketenagalistrikan energi baru terbarukan merupakan sinyal positif untuk menjadikan energi hijau sebagai pilihan utama di masa datang.
Sebelumnya, pada akhir 30 Desember 2015 lalu, IIF menyepakati penyertaan setoran modal sebesar Rp 300 miliardalam bentuk Mandatory Convertible Bond dengan jangka waktu selama 5 tahun kepada PT. Sumberdaya Sewatama. Kucuran dana tersebut rencananya akan digunakan untuk membiayai pembangunan proyek-proyek pembangkit tenaga listrik menggunakan bahan bakar energi baru terbarukan yang disiapkan Perseroan.
Atas kesepakatan ini, Elan B. Fuadi, menyatakan, “Kami sangat senang perusahaan kami dipercaya oleh lembaga terkemuka seperti IIF yang senantiasa mendukung pembiayaan proyek ketenagalistrikan yang sedang kami jalankan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Elan mengatakan bahwa kerjasama ini akan memberikan cakrawala baru bagi cara beroperasinya Perusahaan. “Selain menambahkan konfiden yang tinggi terhadap tim kami yang sedang menggarap berbagai proyek listrik berbasis energi baru terbarukan, ini akan membantu memperbaiki struktur permodalan kami, dan memberikan ruang bergerak yang lebih luas. Tidak hanya itu, bagi mitra kami, IIF, kerjasama ini akan memberikan keuntungan melalui pendapatan hasil investasi yang lebih baik.”
Sewatama sendiri sebagai salah satu perusahaan ketenagalistrikan nasional, menargetkan bisa membangun pembangkit listrik tenaga minihidro hingga 50 MW dalam jangka waktu 5 tahun mendatang di Sulawesi Selatan. Dalam rencana Sewatama, untuk lima tahun mendatang, Perseroan akan menyeimbangkan portofolio bisnisnya. Untuk ranah energi baru terbarukan, Perseroan juga sudah mengantongi proyek kerjasama pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar limbah kelapa sawit (PLTBg) dengan beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dengan kapasitas 5 MW. Di Nusa Tenggara Timur, Sewatama juga sudah menyelesaikan pelaksanaan studi tahap awal untuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dengan kapasitas 3 MW.
Selain itu, Perseroan juga sudah menelurkan kerjasama inovatif dengan Caterpillar Inc. melalui pembangunan pembangkit listrik hybrid terbarukan yang menggabungkan berbagai bauran energy dalam satu kelompok pembangkitan listrik. “Pembangkit listrik hybrid semacam ini ramah lingkungan karena bisa menghemat pemakain bahan bakar fosil. Selain itu penggunaannya cocok dengan kondisi lingkungan di Indonesia,” kata Elan. (*) Ria Martati