IHSG Tertinggal dari Regional, Ini Prediksi DBS untuk 2025

Jakarta - Equities Specialist DBS Group Research, Maynard Arif, menyatakan valuasi pasar saham Indonesia atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih rendah jika dibandingkan dengan pasar saham negara lain di kawasan regional. Bahkan, levelnya berada di bawah rata-rata 10 tahun terakhir.

Menurut Maynard, ada tiga faktor yang membuat valuasi pasar saham Indonesia cenderung lemah. Pertama, minim minatnya investor asing untuk berinvestasi di pasar saham Indonesia.

Ia menuturkan, investor asing lebih tertarik menanam modal di pasar saham Amerika Serikat (AS) atau China yang didominasi saham perusahaan teknologi. Sementara itu, sektor teknologi di Indonesia masih sedikit dan belum mendominasi pasar saham.

“Dari investor asing terutama, mereka lebih banyak investasi ke negara-negara maju seperti AS atau baru-baru ini China, karena sektor teknologi. Di mana, kita mungkin di saham-saham yang ada di Indonesia yang sektor teknologi cukup sedikit,” ujar Maynard saat media briefing di Jakarta, Rabu, 20 Agustus 2025.

Baca juga: BEI Pede Market Cap Pasar Saham RI Masuk 10 Besar Dunia, Ini Pendorongnya

Faktor kedua adalah rendahnya pertumbuhan pendapatan atau laba dari emiten. Ia membeberkan, berdasarkan data DBS, pertumbuhan laba emiten Indonesia pada 2025 hanya 1,8 persen. Untuk 2026, diperkirakan tumbuh 6 persen, namun masih jauh dari standar ideal pertumbuhan dua digit.

“Buat Indonesia itu cenderung jelek, karena kita biasanya harus tumbuh 2 digit. Kalau kita lihat US market bahkan earnings-nya masih lebih bagus. Jadi, ini yang masih menjadi concern dari investor,” ungkap Maynard.

Risiko Volatilitas dan Rekomendasi Saham

Faktor ketiga adalah adanya volatilitas, baik dari sisi kebijakan pemerintah maupun pergerakan dolar AS. Untuk itu, Maynard menyarankan investor melakukan rotasi ke saham-saham bluechip yang valuasinya masih rendah.

“Dan kalau kita lihat di sini, sebenarnya valuasi dari IHSG dibanding indeks LQ45. Di mana, valuasi LQ45 itu berada di bawah indeks IHSG, yang menurut kami menunjukkan bahwa saham-saham big caps itu boleh dibilang tidak dilirik,” cetusnya.

Baca juga: Valuasi Saham Masih Rendah, Ini Peluang Entry Point bagi Investor

Ia menambahkan, pertumbuhan saham di Indonesia masih banyak berasal dari emiten yang terafiliasi dengan grup tertentu, yang likuiditasnya lebih rendah dibandingkan saham blue chip.


Kinerja Sektor Saham di 2025

Dari sisi sektoral, Maynard menyebut sektor perbankan menjadi salah satu yang berkinerja buruk pada 2025. Padahal, tahun sebelumnya sektor ini menjadi top performer.

Ke depan, kinerja saham perbankan akan sangat dipengaruhi arus investasi asing dan suku bunga. Sementara itu, sektor telekomunikasi dan konsumer berpotensi mendapat dukungan dari program pemerintah pada semester II.

“Kita lihat sampai akhir Juli, flow ke AS itu kelihatan masih positif walaupun kita tahu ekonomi AS kurang baik, serta ada trade war. Sementara untuk yang emerging Asia, walaupun sudah mulai masuk, tapi bukan ke RI, lebih ke China,” terangnya.

Baca juga: IHSG Berpeluang Menguat, Cek Rekomendasi Saham GOTO, TLKM, dan HRTA

Berdasarkan data DBS, hingga Juli 2025, pasar saham Hong Kong tumbuh 21,2 persen, Singapura 20,8 persen, Korea Selatan 18,5 persen, China 17,7 persen, indeks S&P AS 14,8 persen, Taiwan 5,9 persen, sementara IHSG Indonesia hanya 3,2 persen.

“Jadi secara performa pun indeks kita juga sampai Juli masih ketinggalan, jadi naiknya kencang itu baru di bulan Agustus yang mencapai 7.900,” tegas Maynard.

Prediksi IHSG di 2025

DBS memprediksi paruh kedua tahun ini masih dipengaruhi risiko volatilitas, terutama dari kebijakan The Fed dan data ekonomi AS. Dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi nasional, stabilitas rupiah, dan aliran investasi asing akan menjadi faktor penentu.

Pihaknya memproyeksikan IHSG berpotensi menembus level 8.000 pada 2025.

“Sementara kalau tak ada flow asing masuk, mungkin menurut kita ada kecenderungan koreksi, ataupun mungkin juga stagnan di level 7.500-7.800,” pungkas Maynard. (*) Steven Widjaja

Halaman12

Page: 1 2

Yulian Saputra

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

7 hours ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

8 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

11 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

11 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

12 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

14 hours ago