IHSG Rontok, Bos LPS: Good Time to Buy

IHSG Rontok, Bos LPS: Good Time to Buy

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat jatuh ke level 5.912,06 dari level 6.510,62 atau merosot 9,19 persen pada perdagangan Selasa, 8 April 2025, sehingga dilakukan penghentian sementara (trading halt).

Melihat keadaan tersebut, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa menilai, saat ini adalah waktu tepat bagi masyarakat melakukan investasi di pasar saham. Hal itu dikarenakan prospek ekonomi Indonesia diperkirakan masih akan positif tahun ini.

“Kita bisa simpulkan, market overreacting dan IHSG sudah turun, jauh di bawah fundamentalnya. Jadi kalau bapak-bapak ibu suka main saham, jangan lupa, sekarang good time to buy,” kata Purbaya dalam Sarasehan Ekonomi dikutip, Rabu, 9 April 2025.

Baca juga: Soal IHSG Anjlok, Prabowo: Saya Tidak Takut, Pasar Modal RI Kuat

Berdasarkan data, Purbaya menjelaskan, pergerakan ekonomi yang positif itu salah satunya ditandai oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Januari sebesar 6 persen yang artinya sudah kembali menuju level pertumbuhan normal.

Tidak hanya itu, penjualan otomotif pada akhir tahun lalu terlihat mengalami pertumbuhan negatif. Namun, pada Februari 2025, Purbaya menyebut adanya pembalikkan arah ekonomi yang tecermin dari penjualan kendaraan bermotor yang mulai positif untuk sepeda motor dan mobil masing-masing tumbuh 4 persen dan 2,2 persen.

“Kita lihat lagi, retail juga itu sudah mulai positif pertumbuhannya. Kita lihat lagi, penjualan semen juga di bulan Januari, Februari, sudah positif pertumbuhannya. Semen ini ada hubungannya dengan investasi. Jadi, sepertinya dari sisi demand, ada pembalikan arah ekonomi,” imbuhnya.

Baca juga: Penerimaan Pajak Maret 2025 Tumbuh 9,1 Persen, Sri Mulyani: APBN Masih On Track

Adapun dari sisi indeks PMI Manufaktur Indonesia berada di level yang positif 53,6 pada Februari 2025 dan Maret 2025 sedikit turun ke posisi 52,4 poin namun masih tetap pada level yang tinggi.

“Artinya mereka, para pengusaha, para manufaktur melihat, ke depan kayaknya, mereka melihat demand-nya tinggi, sehingga mereka meningkatkan belanjanya. Ini kan, tanda-tanda suatu ekonomi yang berbalik,” pungkas Purbaya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

Top News

News Update