IHSG Pekan Ini Bakal Dipengaruhi Sederet Sentimen Berikut

IHSG Pekan Ini Bakal Dipengaruhi Sederet Sentimen Berikut

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat melemah sebesar 0,79 persen pada perdagangan pekan lalu, yang hanya berlangsung selama dua hari pada 30-31 Januari 2025. Pelemahan ini disertai dengan outflow di pasar reguler sebesar Rp521,4 miliar.

Terkait potensi pergerakan pasar pada pekan ini, 3-7 Februari 2025, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, memprediksi bahwa IHSG akan bergerak positif, didorong oleh delapan sentimen utama.

Baca juga: IHSG Dibuka Merosot 0,83 Persen ke Level 7.049

Sentimen pertama berasal dari dalam negeri, yakni rilis data inflasi Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Inflasi tahunan Indonesia pada Januari 2025 diperkirakan meningkat menjadi 1,88 persen dari 1,57 persen pada Desember 2024.

“Dengan besaran data inflasi tahunan saat ini yang mendekati batas bawah di 1,5 persen, pasar akan lebih berekspektasi inflasi bisa sesuai dengan ekspektasi atau lebih tinggi yang menggambarkan bangkitnya daya beli,” uja Imam dalam risetnya di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.

Kunjungan Wisatawan Asing dan Dampaknya ke Ekonomi

Pekan ini, BPS juga akan merilis data kunjungan wisatawan mancanegara (Foreign Tourist Arrivals) ke Indonesia. Data ini menjadi indikator penting bagi pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi nasional, mengingat sektor perhotelan, transportasi, kuliner, dan ritel sangat bergantung pada belanja turis asing.

Data Manufaktur AS dan Dampaknya ke Pasar Global

Pada 3 Februari 2025, Institute for Supply Management (ISM) akan merilis data ISM Manufacturing PMI untuk Januari 2025 pada pukul 22:00 WIB. Konsensus pasar memperkirakan angka PMI berada di level 49,5, sedikit lebih tinggi dari 49,3 pada Desember 2024.

Baca juga: IHSG Masih Rawan Koreksi, 4 Saham Ini Berpotensi Tetap Cuan

Dengan angka PMI yang masih di bawah 50, sektor manufaktur AS diperkirakan masih mengalami kontraksi. Data ini penting untuk memantau kesehatan industri manufaktur dan dapat memengaruhi kebijakan moneter serta keputusan investasi di pasar global.

Pertemuan OPEC+ dan Kebijakan Produksi Minyak

Bersamaan dengan rilis data ISM, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) dijadwalkan mengadakan pertemuan untuk membahas kebijakan produksi minyak. Saat ini, OPEC+ telah membatasi produksi minyak sebesar 5,86 juta barel per hari sejak 2022 untuk menjaga stabilitas pasar minyak global.

Rilis Data PDB Indonesia Kuartal IV-2024

Di sisi lain, pekan ini, Indonesia juga dijadwalkan merilis data Produk Domestik Bruto (PDB) untuk kuartal IV-2024. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal tersebut mencapai 5,01 persen secara tahunan (year-on-year).

Baca juga: Sri Mulyani Proyeksi Ekonomi RI Stagnan 5 Persen pada 2024

Sedangkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI pada 2024 berada di kisaran 4,7-5,5 persen, dengan nilai tengah di 5,1 persen. Sementara itu, konsensus pasar lebih konservatif dengan proyeksi sebesar 4,96 persen.

Cadangan Devisa Indonesia Stabil

Bank Indonesia juga dijadwalkan merilis data cadangan devisa Indonesia untuk Januari 2025 pada 7 Februari 2025. Data terakhir menunjukkan bahwa cadangan devisa Indonesia cukup untuk menutupi kebutuhan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan.

Data Tenaga Kerja AS dan Pengaruhnya ke Pasar

Di sisi lain, data Non-Farm Payrolls (NFP) dan tingkat pengangguran Amerika Serikat (AS) untuk Januari 2025 akan dirilis pada 7 Februari 2025. NFP diproyeksikan melandai ke 170 ribu dari 256 ribu pada Desember 2024, sementara tingkat pengangguran AS diperkirakan tetap di level 4,1 persen.

Inflasi China dan Dampaknya ke Ekspor Indonesia

Adapun sentimen eksternal lainnya datang dari China, yang dijadwalkan merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Januari 2025 pada 9 Februari 2025 pukul 01:30 GMT (08:30 WIB). Jika inflasi di China meningkat, hal ini dapat memengaruhi daya beli masyarakat China, yang pada gilirannya berdampak pada permintaan terhadap barang ekspor Indonesia, seperti komoditas dan produk manufaktur. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Netizen +62