Jakarta – Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (26/9) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dibuka turun 0,28 persen ke level 7.719,48 dari dibuka pada level 7.740,90.
Berdasarkan statistik RTI Business pada perdagangan IHSG hari ini, sebanyak 362,07 juta saham diperdagangkan, dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 18 ribu kali, serta total nilai transaksi mencapai Rp543,79 miliar.
Kemudian, tercatat terdapat 60 saham terkoreksi, sebanyak 134 saham menguat dan sebanyak 222 saham tetap tidak berubah.
Sebelumnya, Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, melihat IHSG secara teknikal pada hari ini diprediksi akan bergerak variatif dalam rentang level 7.680 hingga 7.800.
Baca juga: IHSG Berpeluang Terkoreksi, Analis Rekomendasikan 4 Saham Ini
“Pada perdagangan Rabu (25/9), IHSG ditutup turun 0,48 persen atau minus 37,58 poin ke level 7.740. IHSG hari ini diprediksi bergerak mixed dalam range 7.680-7.800,” ucap Ratih dalam risetnya di Jakarta, 26 September 2024.
Ratih melihat, IHSG melemah akibat aksi profit taking pada saham Big Banks. Pelemahan tersebut sejalan dengan aksi jual bersih di saham bing banks senilai Rp2,3 triliun di pasar reguler, dengan Indeks LQ45 dan IDX30 masing-masing terkoreksi 0,83 persen dan 0,97 persen.
Pergerakan IHSG ditopang oleh saham di sektor energi dan metal mining seiring dengan kenaikan harga komoditas batubara, nikel, emas, dan tembaga.
Harga komoditas berpotensi meningkat, mengikuti ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang solid akibat mulai ekspansifnya tingkat suku bunga. Di sisi lain, meskipun IHSG terkoreksi nilai tukar rupiah JISDOR terus terapresiasi ke level Rp15,092 per dolar Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Menguat 4 Hari Beruntun, Harga Saham TUGU Kembali ke Zona Rp1.300
Adapun dari mancanegara, penjualan rumah baru tipe single-family di AS pada Agustus 2024 turun 4,7 persen month to month (mom) menjadi 716 ribu unit.
Penurunan terjadi setelah pada bulan sebelumnya melonjak 10,3 persen mom sebesar 739 ribu unit. Namun, penurunan suku bunga The Fed yang baru dimulai dapat menjadi booster permintaan di sektor properti. (*)
Editor: Galih Pratama