IHSG Diprediksi Menguat, Berikut Katalis Pendukungnya

IHSG Diprediksi Menguat, Berikut Katalis Pendukungnya

Jakarta – Ajaib Sekuritas memprediksi indeks harga saham gabungan (IHSG) akan bergerak mixed dan menguat dalam rentang 7.090 hingga 7.190 pada hari ini (30/1).

“Pada perdagangan Senin (29/1), IHSG ditutup naik 0,28 persen atau plus 20,08 poin di level 7.157,17. IHSG hari ini (30/1) diprediksi bergerak mixed dan menguat dalam range 7.090-7.190,” ucap Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih dalam IHSG Daily Analysis di Jakarta, 30 Januari 2024.

Baca juga: Investor Pasar Modal Diyakini Tumbuh 10 Persen, Ini Sederet Pendorongnya

Ratih menyebut, IHSG mengalami rebound setelah tiga hari beruntun ditutup melemah. Pergerakan IHSG yang menguat tersebut ditopang oleh saham Big Banks yang telah merilis laporan keuangan tahun buku 2023.

Di samping itu, sentimen yang memengaruhi pergerakan IHSG hari ini antara lain, dari dalam negeri, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) terus bekerja sama untuk mengendalikan inflasi berada pada targetnya sebesar 1,5-3,5 persen di tahun 2024.

Sinergi yang kuat antara pemerintah dan BI dilakukan dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID ) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Hasilnya, inflasi di tahun 2023 sesuai target sebesar 2,61 persen yoy, turun dibandingkan tahun 2022 sebesar 5,51 persen yoy.

Baca juga: Tren Investor FOMO di Pasar Modal, BEI: Tak Ada Cerita Kaya Dalam Waktu Singkat

Sementara dari mancanegara, pekan ini pelaku pasar mencermati keputusan suku bunga The Fed yang diproyeksikan masih menahan suku bunga di level 5,25-5,5 persen. Sejauh ini, Bursa Wall Street mengalami kenaikan cukup signifikan di saat musim rilis laporan keuangan, Indeks S&P 500 dan Dow Jones catatkan rekor tertinggi. Sedangkan Nasdaq melampaui nilai tertingginya dalam 52 minggu terakhir.

Adapun dari Asia, data awal PMI manufaktur Jepang pada Januari 2024 berada di level 48. Meskipun naik dari bulan sebelumnya sebesar 47,9 namun masih tercatat di zona kontraksi dalam 8 bulan beruntun akibat minimnya output produksi dan jumlah pesanan baru. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Top News