IHSG Dibuka Menguat 0,56 Persen ke Posisi 8.666

IHSG Dibuka Menguat 0,56 Persen ke Posisi 8.666

Poin Penting

  • IHSG dibuka menguat 0,56 persen ke level 8.666,65, dengan mayoritas saham menguat meski nilai transaksi masih relatif terbatas di Rp388,97 miliar.
  • Tekanan sebelumnya masih membayangi, seiring IHSG kemarin ditutup melemah 0,68 persen akibat depresiasi rupiah, meski BI Rate dipertahankan di level 4,75 persen.
  • Sentimen global jadi perhatian, terutama potensi kenaikan suku bunga Bank of Japan yang berisiko memicu volatilitas pasar saham dan mata uang akibat pembalikan arus dana carry trade.

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini (19/12) kembali dibuka meningkat pada level 8.666,65 dari posisi 8.618,19 atau naik 0,56 persen.

Berdasarkan statistik RTI Business pada perdagangan saham hari ini, sebanyak 734,67 miliar saham diperdagangkan, dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 69 ribu kali, serta total nilai transaksi mencapai Rp388,97 miliar. 

Kemudian, tercatat terdapat 86 saham terkoreksi, 298 saham menguat dan 240 saham tetap tidak berubah.

Baca juga: IHSG Berpotensi Menguat, Ini Katalis Penggeraknya

Manajemen Phintraco Sekuritas, sebelumnya telah memprediksi bahwa IHSG secara teknikal berpotensi untuk melanjutkan pelemahannya dalam rentang 8.550-8.600.

“Diperkirakan IHSG berpotensi melanjutkan pelemahan dan menguji level support di 8.550-8.600,” ucap Analis Phintraco dalam risetnya di Jakarta, 19 Desember 2025.

Pada perdagangan kemarin (18/12) IHSG ditutup melemah di level 8.618,2 atau turun 0,68 persen. Pelemahan IHSG antara lain disebabkan oleh rupiah yang cenderung melemah selama beberapa hari terakhir.

Padahal, suku bunga acuan atau BI Rate dipertahankan tetap di level 4,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Rabu (17/12). 

Rupiah berlanjut melemah di pasar spot pada level Rp16.723 per USD di tengah penguatan indeks dolar Amerika Serikat (AS) dan mata uang di Asia yang ditutup variatif. 

Adapun, investor akan menantikan hasil pertemuan Bank of Japan, yang diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 0,75 persen, yang merupakan level tertinggi dalam 30 tahun terakhir. 

Baca juga: BEI Terapkan Prinsip IOSCO untuk Perkuat Kredibilitas Indeks Saham

Jika perkiraan tersebut benar terjadi, ada potensi akan meningkatkan volatilitas saham dan mata uang di pasar global karena ada kemungkinan terjadinya pembalikan aliran dana investor di pasar global ke Jepang dalam jangka pendek. 

Hal ini karena adanya strategi investor untuk meminjam dana dari mata uang berbunga rendah, seperti Yen Jepang untuk diinvestasikan ke mata uang yang menawarkan suku bunga lebih tinggi, atau dikenal dengan sebutan carry trade. 

Kenaikan suku bunga Jepang berpotensi membuat investor yang melakukan carry trade tersebut menutup posisi pinjamannya. Ini akan meningkatkan volatilitas pasar global karena arus dana kembali ke Jepang. Namun diperkirakan dampak tersebut hanya bersifat jangka pendek. (*)

Editor: Galih Pratama

Related Posts

News Update

Netizen +62