Jakarta – Sistem keuangan internasional saat ini lebih kuat dibandingkan sebelumnya. Meskipun demikian, risiko terhadap sistem keuangan internasional perlu diantisipasi agar tidak menghambat proses pemulihan ekonomi dunia.
Hal tersebut diungkapkan dalam pertemuan G20 International Financial Architecture Working Group (IFAWG) yang diselenggarakan oleh Presidensi G20 Indonesia secara virtual pada 27-28 Januari 2022. IFAWG sendiri merupakan tim kerja G20 yang fokus mendiskusikan upaya untuk memperkuat ketahanan dan mendorong stabilitas sistem keuangan internasional.
Pada pertemuan hari pertama, IFAWG membahas dinamika aliran modal beserta respons kebijakan yang diperlukan khususnya di negara berkembang, penguatan jaring pengaman keuangan global, dan upaya memperkuat ketahanan sistem keuangan dari berbagai sumber kerentanan.
Berbagai risiko terhadap sistem keuangan internasional termasuk potensi pengetatan kebijakan moneter akibat meningkatnya tekanan inflasi, menyempitnya ruang kebijakan, tinggi dan terus meningkatnya level utang di berbagai negara, serta peningkatan volatilitas di pasar keuangan mewarnai diskusi.
“Untuk itu, negara G20 berkomitmen untuk mendorong pemulihan ekonomi global dan terus mendukung negara miskin yang menghadapi kerentanan perekonomian dan membutuhkan pendanaan dalam upaya mengatasi dampak pandemi melalui penyaluran IMF Special Drawing Rights (SDR)1 secara sukarela oleh negara-negara yang memiliki posisi keuangan eksternal yang kuat,” jelas Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangannya, 28 Januari 2022.
Selanjutnya pada pertemuan hari kedua, IFAWG membahas upaya memperkuat dukungan pendanaan dan pengelolaan utang bagi negara miskin. Sehubungan dengan telah berakhirnya perpanjangan program penundaan pembayaran utang (Debt Service Suspension Initiatives/DSSI) kepada negara miskin di akhir 2021, negara G20 mendiskusikan arah penguatan kebijakan pengelolaan utang bagi negara miskin melalui Common Framework for debt treatment beyond the DSSI.
Pendampingan bagi negara miskin untuk dapat meningkatkan kemampuan pengelolaan utang turut menjadi bahasan. Selain itu, negara G20 juga mendiskusikan komitmen untuk terus meningkatkan transparansi dan keberlanjutan dalam memberikan bantuan pendanaan bagi negara miskin dan berkembang, terutama dalam semangat untuk recover together, recover stronger.
Indonesia menggarisbawahi pentingnya memperkuat sistem keuangan internasional dan menjaga semangat multilateral dalam menghadapi tantangan global untuk dapat mendorong pemulihan ekonomi yang kuat dan inklusif. Indonesia juga menegaskan dukungan bagi upaya membantu negara miskin dalam mengatasi pandemi.
Lebih jauh, negara G20 juga menyambut baik rencana pembentukan Resilience and Sustainability Trust (RST) oleh International Monetary Fund (IMF) sebagai opsi penyaluran SDR guna menanggulangi permasalahan pendanaan jangka panjang bagi negara miskin dan negara berkembang yang memiliki kerentanan, khususnya untuk mengatasi pandemi dan perubahan iklim.
Di samping itu, negara G20 memandang pentingnya mendorong koordinasi internasional dalam memperkuat jaring pengaman keuangan global. Negara G20 juga mendiskusikan upaya mendorong aliran modal yang berkelanjutan, antara lain melalui asesmen manfaat dan risiko atas diversifikasi mata uang dalam transaksi perdagangan dan keuangan internasional.
“Hasil dari pertemuan IFAWG ini menunjukkan penguatan upaya kolektif G20 dalam meningkatkan stabilitas dan ketahanan sistem keuangan internasional selama 2022, dan menjadi bagian dari topik yang akan dilaporkan dan mendapatkan arahan lebih lanjut dari Menteri dan Gubernur Bank Sentral negara G20 pada pertemuan bulan Februari 2022 mendatang,” tutup Erwin. (*)