Jakarta–Ketua Umum BPP HIPMI, Bahlil Lahadalia mengaku prihatin atas merosotnya kinerja kelogistikan nasional. Realitanya, Bank Dunia mengganjar Logistics Performance Index (LPI) 2016 juga melorot hingga sepuluh level, tepatnya berperingkat 63 ketimbang tahun 2014 lalu yang sempat berperingkat 53.
“Di level ASEAN saja, Indonesia masih tertinggal jauh dengan tetangganya, seperti Singapura (5), Malaysia (32), Thailand (45),” tukasnya saat acara Forum Dialog di Menara Bidakara 2 dengan tema “Logistik Indonesia Sebagai Lokomotif Percepatan Peningkatan Daya Saing Nasional” di Jakarta, Rabu, 9 November 2016.
Menurutnya, arus logistik nasional akan berjalan seiring dengan tingkat konsumsi. Jelas saja, sekitar 60 persen tingkat besaran konsumsi masih terkonsentrasi di Jakarta dan sekitar, sehingga perlu diratakan ke daerah-daerah lainnya. “Logistik nasional akan membaik bila konsumsi merata dan tak JBJB (Jakarta Jabar-Jakarta Banten) sentris,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki Nugrahawan Hanafi menyampaikan sejak 2014 ALFI berdiri terus konsisten mendesak reformasi kelogistikan nasional.
Ia menyarankan pemerintah agar serius lakukan selain harmonisasi deregulasi yang jadi fokus utama, juga perlunya hal lain, seperti infrastruktur baik yang berjenis soft maupun hard, dan fiskal-moneter serta pendidikan.
Yukki percaya daya saing RI akan membaik bila setidaknya biaya logistik diturunkan sebesar 5 persen saja, maka akan berpengaruh pada perbaikan kinerja hingga 0,5-0,7 persen.
“Industri logistik Indonesia masih dikuasai asing. Bayangin saja, salah satu perusahaan asing yang beroperasi di negara kita bisa menikmati laba hingga empat kali lipat dibanding di Singapura dan 60 persen total omzet di dapatkan hanya dari pasar Indonesia saja,” tutup Yukki.
Pada acara tersebut, HIPMI dan ALFI bersepakat untuk melakukan kerja sama bersama dalam pengembangan SDM di bidang pendidikan dan pelatihan untuk percepatan dan perbaikan kelogistikan nasional. (*)