Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa hilirisasi yang dimulai sejak tahun 2019 oleh pemerintah telah memberikan dampak positif terhadap ekspor di Indonesia.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, hilirisasi pengolahan komoditas sumber daya alam (SDA) ke berbagai industri turunannya meningkatkan kapasitas penawaran ekonomi, melalui kenaikan modal serta mendorong dari sisi permintaan dengan kenaikan nilai tambah ekspor.
“Ternyata hilirisasi kalau kita buka sejak 2019 – 2030 pertumbuhan rata-rata kurang lebih selama lima tahun terkahir itu tumbuhnya sekitar 100% – 200%, dua kali lipat dari hilirisasi yang sudah berjalan. Investasi juga meningkat sangat besar sekali, apalagi kalau kita melihat kapasitas smelter kita yang juga semakin bertambah,” ujar Dody, Senin, 30 januari 2023.
Namun, menurutnya, eksploitasi komoditas mineral dihadapkan oleh tantangan cadangan mineral yang mulai turun dan semakin terbatas. Antara lain, ketahanan cadangan nikel di tahun 2021 sebesar 45,45% lalu akan menurun di 2030 menjadi 10,56%.
Kemudian, bauksit di tahun 2021 sebesar 3200% lalu akan menurun di 2030 menjadi 2926%. Batu bara tahun 2021 sebesar 38,21% menurun di 2030 menjadi 32,35% dan timah di tahun 2021 sebesar 2,23% menurun di 2030 menjadi 1,46%.
“Ini permasalahan WTO, sebenarnya banyak negara melakukan ini, tapi kenapa Indonesia? That’s the point,” kata Dody.
Untuk itu, akselerasi hilirisasi SDA dan industri turunannya perlu terus diperkuat untuk mendorong kapasitas output potensial dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga memperkuat ketahanan eksternal.
Di satu sisi, ekspor utama Indonesia masih didominasi oleh produk primer. Di sisi lain, sebagian impor Indonesia berupa barang olahan/ jadi. Selain itu, hilirisasi menjadi kebijakan prioritas untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor di tengah tren transisi hijau.
“Kenapa masih ada produk impor sebagai bagian dari hilirisasi? sementara kita punya peluang secara spasial, Sumatera bisa punya kekuatan dari sisi CPO dan karet alam, Kalimantan dengan batu baranya, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Ke depannya BI akan terus mendukung kebijakan untuk mendorong hilirisasi yang akan difokuskan pada sejumlah komoditas logam utama. Didukung oleh kebijakan utama, insentif fiskal dan nonfiskal, regulasi terkait investasi, dan berbagai bentuk dukungan lainnya.
“Ini bukan hanya kewenangan BI tapi menjadi kewenangan Bersama otoritas terkait (Pemerintah dan Kementerian Keuangan). BI akan turut mendukung dari sisi intermediasi pembiayaan karena sektor prioritas akan mendapatkan insentif yang kita lakukan dari kebijakan moneter maupun makroprudensial,” jelas Dody.
Dody kembali menegaskan, bahwa hilirisasi bisa menjadi perubahan untuk perekonomian Tanah Air kedepan dalam ekonomi berkelanjutan yang resilien. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra