Jakarta – Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) diperkirakan masih tinggi sepanjang tahun 2022 atau berpotensi di sekitar USD1.000 per ton, meskipun ada potensi penurunan jika dibandingkan dengan rekor harga yang dicetak pada tahun 2021.
“Kami memperkirakan harga akan tetap tinggi, tetapi memang ada dampaknya bagi perekonomian yang harus dihadapi. Misalnya, jika harga tinggi maka harga produk turunannya juga bisa naik. Emak-emak harus siap harga minyak goreng naik,” jelas Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI), Togar Sitanggang, dalam Diskusi Publik dan Media Nusantara Sawit Sejahtera tentang Prospek Kelapa Sawit Tahun 2022, secara daring 23 Desember 2021.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) Bustanul Arifin mengatakan, dalam satu tahun terakhir pergerakan harga CPO tidak permanen. Lonjakan harga hingga USD 1.300 per ton didorong oleh pengaruh musiman.
“Harga di tahun 2022 akan tetap berada di atas USD 1.000 per ton. Jangan-jangan Indonesia itu market leader beneran, bukan Rotterdam, meskipun harus berputar dari biofuel dulu. Kenaikan harga CPO dipicu juga oleh kebijakan Biofuel,” ujar Bustanul.
Bustanul menegaskan bahwa tahun 2022, prospek kelapa sawit masih cerah dan produksi CPO akan meningkat sejalan dengan peningkatan konsumsi baik untuk pangan, industri maupun biofuel. Namun, ada tantangan baru di tahun depan yaitu inflasi, tetapi posisi industri sawit tetap cerah.
Di tempat yang sama, Komisaris PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS), Robiyanto mengatakan, prospek bisnis menunjukkan masih ada ruang meningkatkan konsumsi di dalam negeri, terutama dari populasi dan industri hilir di dalam negeri juga masih sangat berkembang.
Selain peningkatan permintaan domesik dan global, prospek bagi perusahaan yang bergerak di bidang kelapa sawit yang tetap konsisten adalah keunggulan minyak kelapa sawit yang paling stabil dan efektif dibandingkan dengan minyak nabati lain. Industri hilir di dalam negeri juga masih sangat berkembang.
Robiyanto mengatakan, pihaknya menangkap peluang kenaikan harga CPO sejak awal tahun dan diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2022 untuk melakukan ekspansi bisnis melalui penawaran umum saham perdana (IPO). Target IPO sebesar Rp2 triliun yang semuanya akan digunakan untuk pengembangan usaha, seperti membangun pabrik dan intensifikasi lahan dan penananam baru.
PT Nusantara Sawit Sejahtera adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang didirikan tahun 2008 di lima lokasi perkebunan di Kalimantan Tengah. Produksi CPO sebanyak 95.500 ton per tahun dan oil extraction rate (OER) dari TBS mencapai 22%. NSS berencana menggelar IPO pada awal tahun 2022 untuk meningkatkan kapasitas bisnis perusahaan dan memastikan tata Kelola perusahaan menjadi lebih akuntabel, transparan dan menjunjung tinggi profesionalisme.
Sementara itu, Wakil Direktur NSS, Kurniadi Patriawan mengatakan, selain mendapatkan keuntungan, NSS juga berkomitmen untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan. Dalam beberapa tahun terakhir, NSS sudah banyak menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
“Kami ingin ajak masyarakat sejahtera bersama, kami tidak ingin maju sendiri. Tenaga kerja mengutamakan penduduk setempat kerja sama dengan universitas daerah. Transfer teknologi teknik-teknik budidaya dan pengolahan yang sudah kami lakukan. Kami akan menerapkan hal yang sama dengan tanaman inti, plasma dan petani swasdaya yang dapat kami jangkau, sehingga produktivitas dan kualitasnya sama,” terangnya.
Menanggapi komitmen ini, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan GAPKI mengapresiasi komitmen PT Nusantara Sawit Sejahtera untuk menyamakan produktivitas Tandan Buah Segar (TBS) petani sawit rakyat, baik yang tergabung dalam kemitraan petani plasma maupun petani dari penduduk sekitar lokasi operasional perusahaan.
Koordinator Substansi Kelapa Sawit Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI, Mula Putera pun menyatakan, pihaknya mengapresiasi komitmen ini dan jika berhasil akan digunakan sebagai percontohan untuk kemitraan perusahaan dan petani rakyat.
“Tentu komitmen ini, kita apresiasi dari Nusantara Sawit Sejahtera, dan ini kalau bisa menjadi suattu keberhasilan, bisa menjadi modeling yang digunakan dan direplikasi ke perusahaan dan kemitraan lain. Apalagi memang pilihan saat ini adalah intensifikasi lahan sawit karena lahan baru tidak ada,” jelasnya.
Mula mengatakan, tahun depan prospek industri sawit tetap bagus tetapi memang perlu didukung dengan perbaikan produktivitas. Kebijakannya adalah intensifikasi karena ekspansi tidak ada lagi, sehingga perlu dukungan perusahaan.
“Jadi sekitar 44 persen adalah petani perkebunan rakyat yang masih sangat berpotensi untuk ditingkatkan produktivitasnya. Pemerintah memang memiliki anggaran dan program untuk ini. Namun, jika mendapatkan dukungan dari Perusahaan sangat diapresiasi,” paparnya.
Dia mengungkapkan, bahwa untuk lahan inti dan lahan plasma memang sudah lazim dilakukan oleh perusahaan, tetapi tantangan besarnya adalah bagaimana memeitrakan petani swadaya yang banyak sekali tersebar di sentra produksi kelapa sawit. (*)