Hapus Buku Kredit Macet Trikomsel, NPL BNI Turun Jadi 2,3%

Hapus Buku Kredit Macet Trikomsel, NPL BNI Turun Jadi 2,3%

Jakarta – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) mengakui, pihaknya telah melakukan penghapusbukuan terhadap kredit macet PT Trikomsel Oke Tbk senilai Rp1,3 triliun, yang menjadi salah satu faktor kredit bermasalah (NPL) BNI turun menjadi 2,3 persen di 2017 dari sebelumnya sebesar 3 persen di 2016.

“Hampir semua kredit yang kami write-off merupakan kredit yang gagal direstrukturisasi. Sejak 2015, kami melakukan pemurnian dari produktivitas,” ujar Direktur Utama BNI, Achmad Baiquni di Jakarta, Rabu, 17 Januari 2018.

Dia menjelaskan, BNI telah melakukan penghapusbukuan kredit bermasalah mencapai Rp8 triliun, termasuk utang Trikomsel. “Cukup banyak kredit yang kami downgrade menjadi NPL, lalu kami coba merestrukturisasi. Ada yang berhasil dan ada yang tidak,” ucapnya.

Pada dasarnya, kata dia, Trikomsel merupakan debitur yang utangnya direstrukturisasi secara internal. Namun, ada permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). “Hasil (keputusan) restrukturisasi PKPU dengan kami sepertinya kurang menguntungkan bank (BNI),” papar Baiquni.

Di tempat yang sama, Direktur BNI Rico Rizal Budidarmo menambahkan, penurunan NPL BNI hingga akhir 2017 yang menjadi 2,3 persen, karena sebagian besar nasabah menunggak pembayaran kredit tidak berpotensi membayar. “Tentu kami menghapusbukukan. Nasabah yang memiliki prospek senilai Rp1 triliun,” tukasnya.

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2017 yang disusun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada permasalahan pada pemberian fasilitas kredit modal kerja BBNI kepada Trikomsel senilai Rp1,3 triliun berpotensi menjadi kredit macet, karena tidak sesuai dengan ketentuan.

BPK menilai, hasil Pemeriksaan Dengat Tujuan Tertentu (PDTT) pada BUMN dan badan lainnya itu menyimpulkan, pada umumnya pengelolaan operasional pendapatan, biaya dan investasi BUMN belum sepenuhnya sesuai dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI) perusahaan dan ketentuan perundang-undangan.

Audit atas operasional BUMN pada PDTT dilakukan terhadap sepuluh BUMN atau anak perusahaan untuk menilai apakah SPI dirancang dan dilaksanakan secara memadai untuk mencapai tujuan pengendalian, serta menilai kesesuaian pengelolaan operasional pendapatan, biaya dan investasi. (*)

Related Posts

News Update

Top News