Jakarta – Meski ancaman resesi global di tahun 2023 masih menghantui, berdasarkan riset data yang dilakukan oleh Continuum pada masyarakat, di media sosial menyebutkan, hanya sebanyak 4,1% yang menunjukan kekhawatiran terhadap isu resesi tersebut.
Data Analyst, Continuum Data Indonesia, Natasha Yulian mengatakan bahwa kekhawatiran itu muncul karena disebabkan oleh beberapa dampak yang akan dirasakan ketika resesi terjadi.
“Hanya 4% yang khawatir, berarti 96% tidak khawatir, nah kenapa mereka tidak khawatir? Sebenarnya mereka optimis kalau Indonesia itu ngga akan resesi tahun 2023 ataupun kaluau terjadi resesi dampaknya tidak seburuk yang kita pikirkan,” ucap Natasha di Jakarta, 8 November 2022.
Kemudian data juga menunjukan, sebanyak 69,33% masyarakat melakukan perbincangan positif yang berisikan optimisme Indonesia aman dari resesi. Lalu, dari sisi sentimen negatif sebanyak 45% perbincangan berisikan kritik kepada pemerintah yang seperti tidak ada persiapan dalam menghadapi resesi.
Selain itu, data juga menunjukan hal yang paling dikhawatirkan masyarakat jika resesi terjadi adalah terkait dengan kenaikan harga sebanyak 52,8%, diikuti krisis pangan 30,6%, PHK 11,1%, susah cari kerja 4,2%, dan kriminalitas 1,4%.
“Meskipun tak dominan, masyarakat masih saja ada yang mengkhawatirkan kemungkinan dampak resesi. Nah hal ini menjadi logis jika melihat tren beberapa waktu ke belakang di mana harga-harga mengalami kenaikan dan gelombang PHK di mana-mana,” imbuhnya.
Untuk mengantisipasi ancaman resesi, masyarakat juga memberikan saran bagaimana caranya untuk menghadapi kemungkinan ancaman resesi tersebut, diantaranya adalah melalui tindakan berhemat dan menabung sebanyak 50,1%.
“Namun, di sisi lain tetap belanja juga menjadi hal yang paling banyak disarankan sebanyak 21%. Ini menarik, menabung dan belanja menjadi dua hal yang keterbalikan tetapi menjadi hal yang disarankan untuk menghadapi resesi,” ujar Natasha. (*) Khoirifa