Hadapi New Normal, Bank Harus Pintar Baca Kebutuhan Nasabah

Hadapi New Normal, Bank Harus Pintar Baca Kebutuhan Nasabah

Jakarta – Dalam menghadapi tatanan kebiasaan baru (New Normal) perbankan didorong untuk agile atau tangkas membaca kebutuhan nasabah terutama untuk layanan digital.

Bankir Senior yang juga Komisaris Bank Artos Anika Faisal mengatakan, setidaknya perbakan harus memperhatikan 4 implikasi kebutuhan nasabah ditengah new normal agar tetap bertahan ditengah persaingan industri.

Implikasi pertama ialah bank harus dapat membaca kebutuha nasabah bahkan sejak bangun tidur dipagi hari, kebutuhan apa yang diperluka oleh nasabah dan harus dipenuhi.

“Harus melihat nasabah kalau bangun tidur maunya apa tidak mungkinkan bangun langsung mau ke kantor cabang pasti kebutuhan yang pembayaran tagihan bangun mau beli kebutuhan,” kata Anika melaui video conference Web Binar Infobank Institute bersama IICD di Jakarta, Selasa 9 Juni 2020.

Implikasi kedua ialah bank harus bisa memberikan layanan digital delivery channel yang memadai baik dari sisi mobile banking maupun ATM dengan fitur yang beragam dan menarik.

Implikasi ketiga Anika menambahkan, perbankan dituntut untum terus melakuka rapid inovasion atau memberikan inovasi yang cepat dan aman guna melayani nasabah dengan baik serta memberikan experience transaksi nasabah.

Dan terkahir, perbankan juga tetap memperhatikan ekosistem baik dari sisi regulator maupun industri agar dapat melakukan manufer kolaborasi serta kerjasama agar tercipta ekosistem yang sehat.

Sebagai informasi saja, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan hingga April 2020 tumbuh sejalan dengan perlambatan ekonomi. Berdasarkan data dari Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit perbankan hanya tumbuh sebesar 5,73% yoy lebih rendah dari Maret 2020 yang sempat mencapai 7,95%.

Profil risiko lembaga jasa keuangan pada April 2020 masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 2,89% (NPL net Bank Umum Konvensional (BUK): 1,09%) dan Rasio NPF sebesar 3,25%. Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%. (*)

Editor: Rezkiana Np

Related Posts

News Update

Top News