Jakarta–Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dari 8% menjadi 7,5%.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 17/21/PBI/2015 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional yang berlaku 1 Desember 2015.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI, Solikin M. Juhro mengatakan, penurunan GWM Primer sebesar 50 basis poin tersebut, diperkirakan akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp18 triliun hingga Rp23 triliun. Dengan jumlah likuiditas ini, maka kapasitas pembiayaan perbankan akan meningkat.
“Penurunan GWM Primer berdasarkan hitung-hitungan kita dapat meningkatkan likuiditas antara Rp18 triliun sampai Rp23 triliun. Sehingga kalau ada penambahan, cost of fund bisa turun dan membuat pertumbuhan kredit diharap bisa meningkat,” ujar Solikin di Gedung BI, Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015.
Dengan adanya kondisi tersebut, dirinya berharap, agar perbankan nasional bisa memanfaatkan penurunan GWM Primer ini. Dimana perbankan ke depannya akan semakin terpacu untuk meningkatkan kapasitas kreditnya yang nantinya akan mampu menopang aktivitas perekonomian.
“Namun karena kita tersandera dengan kondisi keuangan global yang tidak pasti, terutama dari The Fed, maka sampai saat ini kita belum bisa gunakan instrumen suku bunga (BI Rate),” tukas Solikin.
Sebagai informasi, GWM Primer merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter, selain suku bunga acuan (BI Rate). Secara umum, GWM Primer adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank di Bank sentral, yang besarnya ditetapkan oleh BI sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
GWM Primer ditujukan untuk memengaruhi likuiditas sehingga dapat berpengaruh kepada suku bunga maupun kapasitas penyaluran kredit bank. Terdapat beberapa macam GWM yang wajib dipelihara oleh bank umum, antara lain GWM Primer dalam Rupiah, GWM Sekuder dalam Rupiah, dan GWM dalam Valuta Asing. (*) Rezkiana Nisaputra