Jakarta – Langkah Badan Pusat Statistik (BPS) yang menerapkan metode sensus dengan Big Data Mobile Positioning Data (MPD) untuk menghitung jumlah wisatawan mancanegara, diapresiasi oleh berbagai kalangan.
Pakar Ekonomi Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 12 Februari 2017 mengatakan, beberapa wilayah yang tidak tercover oleh Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), maka dengan metode tersebut, bisa tercover nyaris sempurna.
Dia menilai, apa yang sudah dilakukan BPS di bulan Oktober hingga Desember 2016 lalu, merupakan langkah cerdas untuk menghitung jumlah wisatawan mancanegara. BPS semakin modern, semakin familiar dengan teknologi informasi, yang sudah semakin kuat.
”Ini sudah menjadi keharusan. Mengubah dari cara konvensional dengan menggunakan digital dan teknologi. Mengganti kertas dengan dunia digital. Kertas itu bisa salah mencatat, bisa salah lihat, tidak real time. Sementara dengan Big Data, sudah terbantu oleh mesin, jauh lebih akurat, real time up date, serta efektif efisien,” ujar Rhenald.
Menurutnya, data resmi BPS itu bukan hanya bermanfaat besar untuk internal Kementerian Pariwisata, yang harus cepat memperoleh informasi data-data. Tetapi juga sangat penting bagi industri yang bergerak di seltor pariwisata, yang membutuhkan data dan fatka yang akurat dan real time.
“Jadi bukan hanya fungsi internal, ke dalam saja. Tapi juga eksternal, keluar yang memiliki rantai ekonomi yang panjang. Jadi, sudah tepat, apa yang dilakukan BPS itu,” ucapnya.
Dia menambahkan, metode penghitungan Wisatawan mancanegara dengan menggunakan teknologi seluler sejak Oktober hingga Desember 2016 tersebut patut diapresiasi. Apalagi, saat ini para Wisatawan Mancangera sudah digital lifestyle, yang tidak akan lepas dari handphonenya.
“Objeknya sudah jelas, HP minded. Sudah tidak masuk akal ada orang hidup tanpa HP,” katanya.
Big Data MPD juga membuat dunia pariwisata serba pasti, semua pelaku pariwisata bisa tahu berapa jumlah Wisman yang datang dan pergi, sehingga menambah keyakinan para industri untuk mampu menciptakan strateg-strategi dalam mendatangkan dan melayani wisatawan agar nyaman datang ke Indonesia.
”Ini adalah sebuah market yang konkret, tidak akan salah tafsir dan salah baca. Contohnya, sebuah Hotel bingung kenapa hotelnya sepi padahal wisatawan yang datang ke daerahnya sangat banyak. Itu karena Wisman datang melalui digital, saat ini yang datang ke negara kita adalah generasi milineal, dia cari homestay dengan low cost, dia datang dengan cara smart digital, berarti kita harus kawal mereka dengan cara digital juga. Pemerintahan sudah mengantisipasi hal ini. Termasuk BPS yang menggunakan Big Data MPD untuk cara sensus yang smart,” tutupnya. (*)