Jakarta – PT Grow Investments Indonesia menargetkan nilai dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksa dana Rp1,5 triliun hingga akhir 2025.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Business Development Grow Investments, Andrew Handaya, usai penandatangan kerja sama dengan BRI Danareksa Sekuritas di Jakarta, 2 Juli 2025.
“Tahun ini kita target sekitar kurang lebih Rp1,5 triliun lah ya. Jadi kami masih dalam fase ekspansi gitu kan, kami masih dalam fase memperbanyak kerjasama dengan mitra-mitra kami,” ucap Andrew.
Andrew optimistis target tersebut bakal tercapai, karena didukung oleh nilai AUM per Juni 2025 yang telah mencapai kurang lebih Rp500 miliar. Selain itu, didorong juga oleh strategi dari sisi variasi produk, hingga kerja sama dengan para agen penjual mulai dari perbankan dan perusahaan efek.
Baca juga: Genjot Investor Baru, Ini yang Dilakukan BRI Danareksa Sekuritas
“Kita ingin demokratisasi, artinya memang produk reksa dana kami, kami buat minimum subscribe-nya rendah, hanya dengan Rp10 ribu saja. Jadi memang untuk kegiatan inklusi, ini juga kita mendukung dengan program OJK. Biar semua khalayak ramai bisa partisipasi. Jadi nggak harus punya dana Rp10 juta, Rp20 juta, Rp50 juta, baru bisa investasi,” ujarnya.
Saat ini, Grow Investments telah memiliki lima produk reksadana dan akan menambah 1-2 produk dalam 12 bulan ke depan. Produk yang dimiliki juga beragam, mulai dari saham dengan risiko yang tinggi, obligasi hingga pasar uang sebagai produk dengan risiko rendah.
“Jadi strategi kami selalu kita menyajikan berbagai macam produk solusi investasi, sehingga memang kalau siklus market berubah, risiko pasarnya berubah juga, appetite-nya orang berubah juga, nah kita bisa ada pilihan untuk kesana,” tambah Andrew.
Baca juga: DBS Indonesia Bidik AUM Tumbuh Double Digit di 2025
Sementara menurut Andrew, minat produk reksadana saat ini mengikuti siklus pasar yang berubah-ubah menyesuaikan kondisi yang ada. Di saat ketidakpastian global semakin meningkat, investor akan memilih instrumen investasi yang lebih aman, seperti pasar uang dibandingkan saham.
“Jadi kalau memang kita pas peluncuran awal tahun lalu gitu ya, 3-4 bulan pertama, itu kan IHSG juga rally cukup banyak, kaya sri kehati kita sempat plus 18 persen. Jadi pas memang beritanya positif sekali, itu inflow ke equity kita lihat kencang banget gitu ya. Cuma memang setelah ada perubahan politik, di Amerika, perang di Timur Tengah, ketegangan meningkat, orang-orang pasti mundur dulu, risk off dulu,” ungkapnya. (*)
Editor: Galih Pratama










