Kendati demikian, lanjutnya, prinsipal asing tetap bisa menikmati pendapatan dari penggunaan merek dan logo, juga biaya kerja sama dengan perbankan di Tanah Air, “Kalau mau tetap enggak kehilangan fee (dari) routing mereka bisa bangun infrastruktur routing di dalam negeri. Jadi nanti mereka buat perusahaan switching (lokal) ikut GPN,” tukasnya.
Kelancaran routing akan menjadi tanggung jawab GPN, yang terdiri dari lembaga standar, switching dan services. Onny menjelaskan, untuk lembaga switching saat ini sudah ada PT Rintis Sejahtera (Rintis), PT Alto Network (Alto), PT Jalin Pembayaran Nusantara (JPN) dan PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa). Sementara untuk lembaga standar untuk sementara akan dijalankan oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). “Nanti akan dibentuk lembaga berbadan hukum,” imbuh Onny.
Baca juga: Biaya Transaksi EDC dan ATM akan Lebih Efisien Berkat GPN
Sedangkan lembaga services akan dijalankan oleh konsorsium lembaga services dengan modal awal minimal Rp50 miliar. Modal awal konsorsium ini ditanggung bersama oleh anggota lembaga services, antara lain PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Artajasa, Rintis, Alto dan JPN.
Melalui GPN, maka berbagai kanal pembayaran yang memfasilitasi transaksi elektronik di Indonesia bisa terintegrasi dalam satu sistem. Sehingga masyarakat dapat menikmati layanan transaksi yang aman, berkualitas dan efisien. (*)