Genjot Ekspansi, Bisnis Chandra Asri Diprediksi Melesat

Genjot Ekspansi, Bisnis Chandra Asri Diprediksi Melesat

Jakarta – Bisnis dari perusahaan petrokimia terintegrasi di Indonesia, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), diprediksi para analis akan melesat dalam beberapa tahun ke depan.

Chandra Asri merupakan satu-satunya pemilik naphtha cracking facility di Indonesia dan prosedur pengolahannya dikerjakan oleh anak-anak usaha perseroan. Hal ini merupakan keuntungan bagi CAP karena terhindar dari risiko dari luar dan perseroan dapat dengan stabil menghasilkan laba serta memantau semua proses secara langsung.

Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumsi petrokimia terendah per kapita, sedangkan konsumsi barang dan jasa di rumah tangga menyumbang proposi PDB yang lebih besar dari China atau India. Data dari McKinsey Global institute juga menjelaskan bahwa “kelas konsumen” di Indonesia akan tumbuh dari 45 juta di 2010 menjadi 135 juta di 2030.

Macquarie Research juga memaparkan populasi kelas menengah Indonesia yang tumbuh agresif akan memicu permintaan produk-produk petrokimia.

“Kami meyakini Indonesia merupakan salah satu tempat terbaik untuk membangun fasilitas petrokimia,” ungkap Anna Park, Analis Macquarie Securities Korea Limited.

Kompleks petrokimia 1 milik Chandra Asri yang terletak di wilayah Banten saat ini mampu memproduksi Ethylene sebesar 860KTA, Propylene sebesar 470KTA, Py-Gas sebesar 400KTA, dan Mixed C4 sebesar 315KTA.

Dengan meningkatnya permintaan di pasar, maka TPIA terus menggenjot kapasitas produksinya. Perseoroan kini tengah mengerjakan pembangunan tahap pertama dari kompleks petrokimia perseroan yang kedua. Perseroan telah mendapatkan lisensi teknologi dari beberapa perusahaan petrokimia multinasional seperti BASF, Texplore dan LyondellBassell.

Baca juga: Chandra Asri Raih Kredit Senilai USD 120 Juta dari Mandiri

Rencananya, pembangungan tahap kedua akan dilakukan pada Q1 2019, kemudian tahap ketiga di Q4 2019 dan tahap terakhir di Q2 2020. Dengan demikian, kompleks petrokimia kedua tersebut dijadwalkan untuk beroperasi penuh di 1H 2024. Untuk meningkatkan produk bernilai tambah, TPIA juga akan memroses pygas menjadi aromatik (benzene, toulene dan mixed xylenes).

Seperti yang diketahui, Chandra Asri merupakan satu-satunya produsen butadiene dan styrene monomer yang menjadi bahan baku pembuatan ban mobil, perangkat elektronik serta material untuk kemasan. Dengan tumbuhnya penjualan mobil serta penjualan online, maka permintaan kedua produk tersebut diprediksi tumbuh double digit hingga 2023.

Pada semester I tahun ini, pendapatan Chandra Asri meningkat 7,6% menjadi US$ 1,28 miliar dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,19 miliar. Penjualan domestik mendominasi pendapatan hingga 75% senilai US$ 968,91 juta. Capaian ini meningkat 20,5% dibandingkan dengan tahun lalu.

Menurut Analis BCA Sekuritas Willy Suwanto dan Nyoman W Prabawa, kinerja Chandra Asri akan semakin baik di tahun 2019 apabila ditopang oleh harga minyak yang relatif stabil.

“Kami memperkirakan harga produk hilir akan meningkat, sehingga margin TPIA dapat tumbuh atau stabil. Oleh karena itu, kami meyakini marjin kotor dapat mencapai 19,2% di tahun 2019,” jelasnya.

Ekspansi pabrik butadiene terbaru milik Chandra Asri sebesar 137KTA juga akan mengurangi biaya transportasi, mengingat TPIA tidak perlu lagi mengekspor produk butadiene tersebut.

Selain itu, Perseroan diprediksi akan menghasilkan pendapatan yang lebih besar setelah konstruksi PP debottlenecking dan pabrik PE telah selesai di 2019.

Mereka memprediksi kenaikan harga minyak di tahun 2018 berpotensi menekan harga naphtha dan mampu memengaruhi TPIA. Kendati demikian, mereka menyatakan prospek saham TPIA pada 2019 akan tetap stabil di Rp 4.800. (*)

Related Posts

News Update

Top News