Jakarta – Terkait dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan penyamaan pemahaman dan penjaringan masukan terkait POJK tersebut dalam diskusi bertajuk AFPI CEO Summit 2022.
Ketua Umum AFPI, Adrian Gunadi mengatakan, bahwa diskusi dalam AFPI CEO Summit 2022 menjadi penting dikarenakan keluarnya POJK terbaru yang terhubung erat dengan pesatnya perkembangan bisnis di industri fintech pendanaan, agar memperkokoh dukungan industri terhadap transformasi ekonomi digital, sesuai dengan fokus dalam Presidensi G-20 Indonesia.
“Kami dari AFPI merasa bahwa hadirnya POJK 10 ini momentumnya tepat. Kita melihat bagaimana industri ini dapat terus berperan, berkembang, dan juga semakin mempercepat atau mengakselerasi inklusi keuangan melalui transformasi ekonomi digital, memperkecil yang kita sebut financing gap yang menjadi salah satu dasar tujuan pendirian AFPI itu sendiri,” ucap Adrian dalam keterangannya di Jakarta, 22 Agustus 2022.
Lebih lanjut, ia menambahkan, tanpa kolaborasi yang kuat, fintech lending (standalone fintech lending) akan menghadapi tantangan yang besar. Oleh karena itu, perkuatan kolaborasi antar stakeholder dengan berbagai pihak seperti pemerintah dan ekosistem digital lain menjadi penting.
Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah, mengatakan, bahwa dalam hal ini OJK telah sejak lama menghimbau agar industri fintech pendanaan bisa bekerja sama dengan pelaku industri keuangan lainnya. Namun, industri masih membutuhkan panduan untuk pelaksanaannya.
“Masukan-masukan ini akan dikurasi, akan ada top priority, yang akan disampaikan kepada Komisioner Industri Keuangan Non-Bank OJK secara formal,” ujar Kuseryansyah dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK, Tris Yulianta mengatakan bahwa terselenggaranya pertemuan tersebut menunjukkan bahwa AFPI selaku perwakilan dari industri fintech pendanaan dan OJK selaku regulator terus bersinergi untuk mengembangkan industri dengan baik.
“Dengan hadirnya POJK Nomor 10/2022 adalah untuk memperkuat industri baik dari sisi kelembagaan, penyelenggaraan, dan tata kelola yang bertujuan untuk memproteksi seluruh pengguna maupun penyelenggara secara komprehensif dari seluruh potensi risiko yang melekat pada kegiatan usaha Fintech P2P Lending, tambah Tris.
Di samping POJK, lanjut Tris, ke depan OJK akan mengeluarkan peraturan dalam bentuk Surat Edaran sebagai petunjuk teknis atas ketentuan yang diatur dalam POJK Nomor 10/2022. OJK siap memberikan arahan dan menerima masukan dari stakeholder termasuk penyelenggara Fintech P2P Lending demi memperkuat eksistensi industri.
“Keseragaman pemahaman atas kebijakan perlu tercapai agar suatu kegiatan usaha dapat dilakukan secara efektif dan optimal serta sesuai ketentuan yang berlaku. POJK 10 hadir untuk meningkatkan industri Fintech P2P Lending agar dapat berkontribusi ke masyarakat,” tambah Tris.
Dia juga mengingatkan bahwa hadirnya industri Fintech P2P Lending bertujuan untuk menjadi usaha yang positif dalam hal penyediaan alternatif pendanaan bagi masyarakat khususnya pelaku UMKM.
Diketahui, industri Fintech P2P Lending juga berperan meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia melalui sarana digital lewat penyaluran pendanaan bagi masyarakat yang membutuhkan secara cepat, mudah, transparan, aman, dan nyaman. (*) Khoirifa