Oleh Karnoto Mohamad, Wakil Pemimpin Redaksi Infobank
UNITLINK yang geger industri asuransi jiwa Indonesia. Menurut Infobank Institute, ada tiga faktor yang menyebabkan produk unitlink berkembang pesat hingga diiringi oleh kekecewaan sejumlah nasabahnya.
Satu, ketatnya kompetisi di industri asuransi jiwa sehingga perusahaan asuransi harus mencari inovasi produk dan strategi pemasaran sehingga caranya meraih pertumbuhan pendapatan maupun keuntungan tidak legi sesuai marwah asuransi yang mestinya pendapatan underwriting. Karena produk unitlink terbukti ampuh membuat masyarakat mau berasuransi, maka perusahaan asuransi jiwa pun berlomba menjual produk asuransi berbalut investasi. Karena kompetisinya sangat ketat, perusahaan asuransi jiwa yang sulit menembus pasar unitlink berusaha membuat inovasi lain berupa produk asuransi dengan imbal hasil tetap seperti saving plan sampai terseret kasus gagal bayar.
Dua, cara jualan agen asuransi yang berusaha memikat nasabah dengan iming-iming return plus proteksi asuransi tanpa memberikan pemahaman mengenai biaya yang timbul dan risiko investasi yang ada di tangan pemegang polis. Akibatnya, banyak nasabah unitlink yang baru mencari pemahaman sendiri setelah dalam perjalanannya hasil investasi yang dirasakan tidak sesuai dengan apa yang disampaikan agen asuransi. Terjadinya kasus mis-selling produk asuransi ini dibiarkan oleh perusahaan asuransi dan didukung adanya kultur dimana transaksi antara agen asuransi dan konsumen lebih ditentukan oleh kedekatan emosional baik faktor keluarga maupun teman.
Tiga, literasi masyarakat di bidang keuangan sangat rendah ditambah pola pikir yang lebih mengedepankan investasi dibandingkan kehati-hatian untuk mengantisipasi risiko. Menurut survei OJK, indeks literasi masyarakat di bidang asuransi hanya 19,40% pada 2019, bahkan untuk bidang pasar modal hanya 4,92%. Sehingga wajar jika banyak masyarakat mudah terjerat kasus investasi bodong dan nasabah unitlink umumnya pun tidak memahami mengenai risiko yang ada di dalam produk tersebut.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki otoritas untuk memperbaiki ketiga faktor di atas, terutama untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat di industri asuransi. Berikutnya adalah bagaimana OJK dan industri keuangan berperan dalam mengedukasi dan meningkatkan literasi keuangan masyarakat. OJK harus lebih menggiatkan program dan aktivitas edukasi dan perlindungan konsumen dengan anggaran yang dimiliki. Dalam laporannya kepada Komisi XI DPR Desember lalu, OJK menyampaikan dari pagu total anggaran sebesar Rp6,21 triliun pada 2021 baru terealisasi sebesar 78,28% per November. Sementara pagu anggaran kegiatan edukasi dan perlindungan konsumen yang relatif kecil sebesar Rp43,43 miliar yang kemudian disesuaikan menjadi Rp40,29 miliar, pun baru terealisasi 64% per akhir November.
Apa yang harus dibenahi dalam pemasaran produk unitlink yang telah menjadi mesin pertumbuhan premi di ausransi jiwa selama 15 tahun terakhir? Perlukan moratorium Unitlink dilakukan dan apa dampaknya bagi sektor jasa keuangan? Seperti apa peringkat perusahaan asuransi jiwa dalam produk unitlink? Simak selengkapnya di Majalah Infobank Nomor 525 Januari 2022. (*)
Jakarta – Pemerintah tengah mempersiapkan aturan mengenai revisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA)… Read More
Jakarta - PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank) terus melakukan ekspansi bisnis dengan memperluas… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) bersama Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) pionir layanan dan Perum DAMRI… Read More
Jakarta – Bank Mandiri kembali menegaskan komitmennya dalam pemberdayaan ekonomi perempuan melalui kolaborasi strategis dengan… Read More
Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (20/12) kembali ditutup bertahan pada… Read More
Suasana saat peluncuran Bank Mandiri jadi sponsor Jakarta LavAni Livin' Transmedia untuk bertanding pada laga… Read More