Jakarta – Ekonom Senior Indef, Faisal Basri menilai, kebijakan hilirisasi bijih nikel di Indonesia hanya mendukung industrialisasi China. Artinya hilirisasi ini hanya menguntungkan bagi negara tirai bambu tersebut.
Dia menyebutkan, bahwa seharusnya pemerintah membuat strategi industrialisasi bukan kebijakan hilirisasi.
“Kalau industrialisasi memperkuat struktur perekonomian, sektor industri, meningkatkan nilai tambah dalam negeri,” ujar Faisal dalam Kajian Tengah Tahun INDEF 2023, Selasa 8 Agutus 2023.
Baca juga: Jadi Nilai Tambah Investasi, Hilirisasi Percepat Indonesia Menjadi Negara Maju
Faisal menjelaskan, hilirisasi nikel hanya mengubah bijih nikel menjadi NPI (nickel pig iron) dan veronikel yang mana sebanyak 99 persen di ekspor ke China.
“Jadi hilirsasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di Cina,” tegas Faisal.
Saat ini, tambah dia, produk turunan dari hilirisasi bijih nikel hanya sedikit dinikmati oleh Indonesia yaitu 10 persen dan 90 persennya lari ke China.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, China sebagai importir utama bijih nikel Indonesia banyak melakukan investasi untuk mengolah biji nikel di Indonesia. PMA (penanaman modal asing) di sektor hilirisasi asal China meningkat pesat hingga mencapai USD2,6 miliar di tahun 2022.
Kebijakan ini pun berkontribusi terhadap peningkatan nilai ekspor produk hilir nikel yaitu bahan besi dan baja, serta baterai litium. Tercatat hingga Mei 2023 ekspor produk turunan nikel mencapai USD13,972 secara year to date (ytd). Di tahun 2022 mencapai USD33,810, kemudian tahun 2021 dan 2020 masing-masing sebesar USD22,214 juta dan USD11,612 juta.
Baca juga: Digugat WTO, Jokowi Minta Presiden 2024 Tetap ‘Gaspol’ Hilirisasi Nikel
“Kinerja ekspor sektor hilir nikel berkontribusi pada peningkatan ketahanan ekonomi Indonesia. Luhut menambahkan, hal ini yang membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus selama 38 bulan berturut-turut yaitu USD3,46 miliar pada Juni 2023,” ungkap Luhut. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra