Jakarta – Pemerintah bakal memotong gaji pekerja sebesar 3 persen untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) paling lambat pada 2027. Potongan gaji ini menyasar semua pekerja mulai dari PNS, TNI, Polri, karyawan swasta, pekerja mandiri hingga freelancer.
Besaran simpanan untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama oleh Pemberi Kerja sebesar 0,5 persen dan Pekerja sebesar 2,5 persen. Sementara besaran simpanan untuk Peserta Pekerja Mandiri ditanggung sendiri sebesar 3 persen.
Simpanan ini bersifat wajib sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei 2024.
Pemberi kerja atau pekerja mandiri harus menyetorkan uang tersebut paling lambat tanggal 10 setiap bulannya ke rekening dana Tapera di bank kustodian, melalui bank penampung atau pihak lainnya yang ditunjuk bank kustodian.
Baca juga: Ramai Penolakan Iuran Tapera, Airlangga: Perlu Sosialisasi Lebih Dalam
Sontak, terbitnya PP ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Tak sedikit yang mengkritik regulasi tersebut, salah satunya dari YouTuber Ferry Irwandi. YouTuber yang tengah naik daun tersebut dikenal sering membuat konten-konten yang bersinggungan dengan dunia ekonomi. Tak heran, Ferry adalah lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan pernah bekerja sebagai Pranata Humas Kemenkeu RI.
“Kalau saya pribadi melihat potongan gaji 3 persen itu kalau untuk mendidik orang menabung itu oke, tapi output-nya apa, realistis atau tidak. Sedangkan kita tahu salah satu sektor yang harganya bisa melonjak dalam waktu singkat apalagi kalau bukan properti. Ini kan dananya itu tidak dimasukkan ke tingkat inflasi dan sebagainya. Jadi, kalau kita bicara kebijakannya sendiri ini sangat butuh evaluasi,” ujarnya pada acara diskusi “Unfiltered Live #5: Dulu Manual Sekarang Matic, Indonesia Kembali Menabung” yang diadakan Bank Saqu dan Big Alpha di Jakarta, Kamis, 30 Mei 2024.
Ia lalu melanjutkan, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) seharusnya memberikan dulu contoh success story terkait pengadaan rumah bagi masyarakat selama ini. Mengingat, kebijakan pemotongan gaji untuk subsidi rumah itu belum teruji dan oleh karenanya, belum tentu bisa memberikan manfaat bagi pesertanya.
“Tapera itu kasih dulu success story-nya, seperti apa bentuknya. Jangan belum teruji, kita coba dan ternyata itu tidak memberikan manfaat yang signifikan kepada masyarakat. Balik lagi untuk manfaat di masyarakat itu bagaimana dulu,” tegasnya.
Selain itu, ia turut menyampaikan bahwa kebijakan tersebut dapat menggerus tabungan pribadi masyarakat. Potongan 3 persen bagi para pekerja tentunya akan semakin mengikis pendapatan para pekerja, yang pada akhirnya, mengurangi nilai tabungan maupun investasi pribadi mereka.
“Yang jelas kita jadi punya akun yang lain nih. Dengan kita limit 2,5 persen atau 3 persen untuk tabungan, berarti kan ada pos (keuangan) yang keluar dan pos yang bertambah. Nah, artikan lah sendiri itu apa, gitu kan. Artinya, ada exceed atau kegiatan yang harus kita lakukan. Jelas sedikit banyak itu berpengaruh (pada keuangan individu). Oleh karenanya, menurut saya kebijakan ini harus dievaluasi, bukan pada behavior-nya, tapi output-nya nanti itu apakah sesuai dengan yang ditujukan untuk membuat semua orang punya rumah,” jelasnya.
Baca juga: Selain Tapera, Cek 5 Potongan Wajib Gaji Pekerja di Indonesia
Senada dengan Ferry, Ekonom Senior dan Peneliti, Poltak Hotradero di kesempatan yang sama, menyampaikan jika mendidik masyarakat untuk menabung adalah hal yang baik. Menurutnya, ekonomi Indonesia tak akan bisa berkembang secara lebih cepat dan baik kalau tabungan masyarakatnya tak bertumbuh.
“Kalau selama ini hanya diserahkan kepada individu ya begini hasilnya, terkadang buat ambil pinjaman, pinjol. Atau buat judi online. Jadi, pemerintah pola pikirnya, yaudah masyarakat dipaksa nabung supaya bisa punya rumah. Kalau mereka tak bisa punya rumah, tetap dapat hasil tabungannya. Sebenarnya tujuannya baik, tinggal bagaimana mengemasnya,” pungkasnya. (*) Steven Widjaja