Poin Penting
- Sebanyak 88,9 persen analis merekomendasikan beli saham BBNI dengan target harga Rp5.023 per saham, berpotensi naik 24 persen dari posisi saat ini, menandakan optimisme terhadap potensi rebound sektor perbankan.
- Laba bersih BNI per Agustus 2025 mencapai Rp13,4 triliun (turun 5,7 persen), NPL terkendali di 1,95 persen, dan CASA tetap dominan—menunjukkan efisiensi serta kualitas aset yang terjaga.
- Dengan PBV 0,92x dan dividend yield 9,4 persen, BNI tergolong undervalued. Sinyal teknikal juga menunjukkan penguatan, didukung kenaikan volume perdagangan dan indikator MACD positif.
Jakarta – Di tengah tekanan pasar modal dan pelemahan saham perbankan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) masih menjadi incaran para investor. Saham bank pelat merah ini dinilai masih undervalued dengan fundamental yang kuat, sehingga digadang-gadang bakal memimpin rebound sektor keuangan dalam waktu dekat.
Berdasarkan konsensus Bloomberg per 20 Oktober 2025, sebanyak 32 analis atau 88,9 persen merekomendasikan beli saham BNI. Dari 29 analis yang menetapkan target harga, rata-rata valuasi wajar dalam 12 bulan ke depan dipatok di level Rp5.023 per saham, atau berpotensi naik sekitar 24 persen dari harga penutupan Rp4.040 pada Senin (20/10).
Pada awal pekan ini, saham BBNI melonjak 6,3 persen, mengungguli kinerja saham-saham bank besar lain seperti Bank Mandiri (6,17 persen), BRI (5,14 persen), dan BCA (5 persen). Lonjakan ini menjadi sinyal kuat bahwa pasar mulai kembali optimistis terhadap kinerja dan prospek fundamental BNI.
Baca juga: Asing Terciduk Borong Saham BBCA, Net Buy Tembus Rp1,30 Triliun
Fundamental Tetap Kokoh
Hingga Agustus 2025, BNI mencatat laba bersih Rp13,4 triliun, hanya turun 5,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu—lebih baik dibandingkan penurunan laba di BRI dan Bank Mandiri yang mencapai 8–10 persen.
Kualitas aset juga masih terjaga dengan rasio kredit bermasalah (NPL) di level 1,95 persen, sementara dana murah (CASA) tetap dominan, menandakan efisiensi biaya dana yang solid.
Riset Sinarmas Sekuritas menilai dukungan likuiditas pemerintah sebesar Rp55 triliun ke bank-bank BUMN bakal menjadi katalis tambahan bagi sektor perbankan.
“BNI menunjukkan keseimbangan antara pertumbuhan kredit dan pengendalian risiko, sekaligus memperkuat pembiayaan sektor UMKM melalui digitalisasi,” tulis analis Sinarmas Sekuritas.
Sementara itu, Ciptadana Sekuritas Asia menilai valuasi BBNI masih sangat menarik, dengan potensi kenaikan besar ketika sentimen pasar membaik. Saat ini, BBNI diperdagangkan dengan rasio price to book value (PBV) sebesar 0,92x, lebih rendah dari rata-rata industri di 1x.
Baca juga: Jaga Stabilitas Rupiah, BNI Dukung Ekspansi QRIS Lintas Negara
Sinyal Rebound Makin Kuat
Secara teknikal, indikator simple moving average (SMA10 dan SMA20) menunjukkan sinyal penguatan dengan peningkatan volume perdagangan sejak 20 Oktober 2025. Indikator MACD pun menandakan mulai munculnya minat beli investor, dengan potensi kenaikan harga menuju kisaran Rp4.250 dalam jangka pendek.
Dalam 12 bulan terakhir, saham BBNI hanya terkoreksi 6,9 persen, jauh lebih baik dibandingkan BBRI (-27,8 persen) dan BMRI (-41,9 persen). Selain itu, dividend yield yang mencapai 9,4 persen menjadi daya tarik tambahan bagi investor jangka menengah hingga panjang. (*)









