Jakarta – Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta agar pemerintah menunda kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjdai 12 persen di tahun 2025 ditunda.
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Aras mengatakan pasalnya kenaikan tarif PPN tersebut dapat berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat.
“Fraksi PPP meminta pemerintah agar menunda kenaikan PPN 12 persen,” kata Aras dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, 28 Mei 2024.
Adapun aturan mengenai kenaikan tarif PPN tercantum dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pasal 7 ayat 1 yang berbunyi tarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Baca juga: Dua Fraksi Dukung Program Makan Bergizi Gratis Masuk ke RAPBN 2025
Lebih lanjut, Aras mengatakan tarif PPN di Indonesia memang masih di bawah rata-rata dunia, termasuk dari negara-negara OECD (Organization of Economic Co-operation and Development) yang sebesar 15 persen.
“Namun perlu diingat bahwa penerapan tarif PPN di Indonesia saat ini menggunakan skema single tarif. Hal ini dianggap kurang adil karena tidak mempertimbangkan perbedaan daya beli masyarakat atau kebutuhan antara kelompok barang dan jasa yang berbeda,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen di 2025 bakal diserahkan kepada pemerintahan selanjutnya, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Sebagaimana diketahui, pemerintah resmi akan menaikan tarif PPN dari 11 menjadi 12 persen di 2025.
Baca juga: Sri Mulyani Serahkan Kebijakan PPN 12 Persen di 2025 ke Pemerintahan Prabowo
“Mengenai PPN 12 persen itu nanti kami serahkan pemerintahan baru,” kata Sri Mulyani kepada awak media di Kompleks Parlemen RI, Senin, 20 Mei 2024.
Sri Mulyani menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkomunikasi dengan presiden terpilih Prabowo Subianto dalam menyusun APBN tahun 2025. Yang mana, seluruh penyusunan asumsi makro di 2025 akan memasukkan aspirasi dari pemerintahan selanjutnya. (*)
Editor: Galih Pratama