Jakarta – Fenomena You Only Live Once atau YOLO dan Fear of Missing Out (FOMO) yang marak terjadi saat ini menjadi tantangan terbesar bagi milenial dalam mengelola keuangannya.
Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Aman Santosa menyatakan bahwa, literasi keuangan menjadi suatu yang penting agar para milenial saat ini dapat mengedepankan kebutuhan dibanding keinginan.
Baca juga: Gara-Gara Sindrom FOMO, Banyak Milenial Terjerat Pinjol Ilegal
Demikian pernyataan Aman disampaikan dalam kegiatan Financial Literacy Roadshow bertema “Visi Indonesia Emas 2045: Milenial Melek Keuangan, Cari Cuan dan Aman” yang digelar Infobank Digital bekerjasama dengan OJK dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) yang digelar di Jakarta, 6 September 2023.
“Jadi prinsipnya kalau kita sudah suka membeli yang tidak diperlukan, kalau membeli sesuatu yang tidak produktif, siap-siap lah tidak membeli barang barang yang dibutuhkan sebelumnya,” ujar Aman.
Sehingga, dirinya menegaskan, bahwa milenial juga perlu memerhatikan hal-hal yang penting dalam memilih produk dan layanan jasa keuangan untuk mengelola manajemen keuangannya.
“Gampangnya, jika ingin memilih produk layanan jasa keuangan, kenali kebutuhan akan layanan produk dan jasa keuangan, pahami fiturnya, manfaat dan risikonya, pahami hak dan kewajiban sebagai konsumen, termasuk mekanisme perlindungan konsumennya,” imbuhnya.
Kemudian, Aman pun menambahkan, bahwa para milenial juga perlu memperhatikan barang-barang apa saja yang memang dianggap penting untuk kebutuhan sebelum terlanjur melalukan transaksi pembelian terhadap barang tersebut.
Baca juga: Bikin Geleng-Geleng, Segini Kerugian Masyarakat Akibat Investasi Ilegal
“Intinya kita ingin mengatakan wisdom (kebijaksanaan) yang kedua adalah teliti sebelum membeli, kita sebelum transaksi pahami betul-betul itu merupakan kebutuhan yang kita butuhkan,” ungkap Aman.
Adapun, hal terakhir yang dapat dilakukan dalam memilih produk ataupun layanan jasa keuangan adalah terkait dengan legalitasnya, apakah produk ataupun layanan tersebut diawasi oleh OJK atau tidak, dan bersifat legal atau ilegal.
“Intinya yang legal itu berizin di OJK, yang tidak legal tidak berizin dari OJK, kalau tidak berizin hampir dipastikan bisa menyesatkan, sementara kalo yang di awasi OJK ada aturan main yang harus dipatuhi sehingga mereka itu relatif lebih aman,” tambahnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra