Jakarta – Presiden terpilih di periode 2024-2029, Prabowo Subianto, menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen di bawah kepemimpinannya. Tidak sedikit pengamat ekonomi yang skeptis terhadap target dari Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Salah satunya adalah ekonom senior Faisal Basri. Ia menyindir target tersebut, karena menganggap pemerintah tidak pernah memperhatikan kesehatan dari “denyut jantung” Indonesia. Apalagi, Prabowo sempat disorot lantaran berani bertaruh kepada menteri negara lain, akan mencapai target yang ia inginkan.
“Saya nggak pernah dengar, capres ngomong tentang bagaimana menyelesaikan masalah-masalah mendasar. Yang begitu mau (ekonomi) tumbuh 8 persen? Pakai taruhan lagi. Tapi, ‘jantungnya’ nggak pernah diurus,” sindir Faisal dalam acara Infobank bertajuk Non-Bank Financial, pada sesi special sharing bertemakan “Arah Kebijakan Ekonomi dan Politik Pada Era Pemerintahan Baru,” Jumat, 26 Juli 2024.
Baca juga: Menko Airlangga Optimistis Ekonomi RI Semester I 2024 Berada di Kisaran 5 Persen
Maksudnya, negara seakan tidak pernah mengurus keadaan di dalamnya. Misalnya, data dari Bank Dunia pada 2021 lalu menunjukkan, inklusi finansial di Indonesia masih berada di angka 52 persen, angka yang menurutnya sangat rendah.
Masih merujuk dari Bank Dunia, perbandingan penyaluran kredit dengan produk domestik bruto (PDB) juga rendah, terakhir mencapai 30,6 persen per 2022. Angka ini hampir menyamai Myanmar, negara konflik yang perbandingan kredit dengan PDB-nya mencapai 27,7 persen.
“(Perbandingan) kita cuma 30,6 persen. Hanya lebih baik dari Myanmar. Dan Myanmar itu lagi perang. Kalau tidak perang Indonesia paling buncit. Jadi, what’s wrong with us? Makanya, ekonomi kita tumbuhnya ya 5 persen terus,” tegas Faisal.
“Bayangkan kalau naik sekitar 1/4 saja, jadi 25 persen. Pertumbuhan ekonomi kita pasti minimal 6,5 persen. Karena, mana ada negara yang bisa tumbuh kencang kalau jantungnya lemah?” tambah Degup jantung ekonomi Indonesia itu lemah. Jadi tidak bisa dibawa lari, tidak bisa dibawa sprint,” tambah Faisal.
Ini diperparah dengan adanya kemungkinan perekonomian dunia akan melambat di tahun-tahun mendatang. Padahal, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih konsisten di angka 5 persen.
Hal tersebut terungkap dari data Goldman Sachs. Terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan akan berada di kisaran 3-4 persen dari 2020 sampai 2029, dan akan terus turun di tahun-tahun berikutnya. Ini yang diyakini Faisal, akan sulit mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, apalagi jika melihat situasi di Indonesia.
Baca juga: Faisal Basri Blak-blakan Soal Prospek Ekonomi dan Politik Era Pemerintahan Prabowo
“Tren di seluruh dunia itu, hampir semua negara mengalami pertumbuhan yang melambat sampai tahun 2050. Jadi, nggak ada cerita lagi negara (ekonominya) tumbuh 8 persen,” papar Faisal.
Lebih dari itu, Faisal heran melihat pertumbuhan ekonomi seperti ini dibanggakan oleh pemerintah. Faisal mengingatkan kembali, bahwa di awal masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, ia berjanji akan membawa ekonomi Indonesia tumbuh 7 persen.
“Kalau kita lihat akselerasi itu tidak terjadi. Yang ada, malah terjadi perlambatan. (Pertumbuhan) 5 persen ini jadinya dibangga-banggakan. Ingat lho, Pak Jokowi janjinya (pertumbuhan) 7 persen,” tutupnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta - PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) atau emiten ritel Mr.DIY, menyatakan bahwa raihan… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini, Kamis, 19… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan memperluas layanan BI FAST dengan menghadirkan fitur transaksi kolektif (bulk… Read More
Jakarta – Harga saham PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) anjlok 24,24 persen atau terkena… Read More
Jakarta - Wakil Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Jakarta sekaligus Anggota Dewan Komisioner… Read More
Bali - Bank Mandiri terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor kesehatan melalui penyediaan solusi perbankan… Read More