Jakarta – Istilah open banking mengacu kepada aksesibilitas data yang semakin terbuka, memungkinkan bank untuk mengakses data dari berbagai pihak, baik itu dari pemain lain atau pihak ketiga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat open banking sebagai sesuatu yang punya peluang besar di industri perbankan.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan sejumlah manfaat dari open banking. Beberapa yang ia maksud meliputi penyederhanaan pengelolaan keuangan dan mencari tahu kelayakan seseorang dalam memperoleh kredit, yang pada akhirnya memperluas akses keuangan kepada masyarakat.
“Untuk individu yang tidak memiliki riwayat kredit tradisional, ini memperluas akses keuangan bagi populasi yang unbankable dan mendukung sektor keuangan yang lebih kuat,” kata Dian di acara Indonesia Fintech Summit Expo (IFSE) 2024, Selasa, 12 November 2024.
Baca juga: Ngeri! Ada 122,79 Juta Serangan Siber ke RI, Sektor Ini Target Utamanya
Hal ini juga akan memperkuat kolaborasi antara pelaku fintech dengan bank. Meskipun begitu, Dian mewanti-wanti beberapa tantangan yang akan dihadapi industri perbankan di era open banking.
Tantangan Era Open Banking
Tantangan pertama adalah keamanan data. Nasabah perlu mendapat kepastian akan keamanan data yang mereka miliki di ranah siber. Apalagi, ketika mereka mengetahui data mereka bisa diakses oleh siapa saja.
“Oleh karena itu, protokol keamanan yang ketat dan praktik manajemen risiko sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK No. 11 Tahun 2022 tentang Teknologi Informasi oleh Bank Umum menjadi sangat esensial,” tambahnya.
Regulasi ini, menurut Dian, menekankan tata kelola teknologi informasi dan langkah-langkah keamanan yang kuat untuk memastikan perbankan. Adanya aturan ini juga bertujuan mengelola dan memitigasi risiko di ranah siber.
Selanjutnya, ada tantangan berupa interoperability dan standarisasi. Dian berkata, open banking memerlukan data set application programming interface atau yang disebut dengan API yang terstandarisasi, guna bisa beroperasi dengan lancar.
Tetapi, prosesnya tidaklah mudah dan terbilang rumit. Untuk itu, OJK akan mengarahkan perbankan untuk mengikuti POJK No. 23 Tahun 2023 tentang Layanan Digital oleh Bank Umum akan standar API.
“Peraturan ini mendorong inovasi serta mendukung terciptanya ekosistem yang aman dan interoperable di mana bank dapat bekerja sama dengan perusahaan fintech dan mitra lainnya,” papar Dian.
Baca juga: Pembukaan IFSE 2024, Bos OJK Ungkap Pengaruh Geopolitik terhadap Ekosistem Fintech
Adapun masalah terakhir yang Dian singgung adalah memupuk kepercayaan nasabah. OJK mengharapkan, dengan dikeluarkannya Undang-undang (UU) No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) bisa meyakinkan nasabah dan memastikan bahwa data mereka di ranah siber terlindungi.
“Masa depan perbankan digital di Indonesia penuh dengan kekuatan. Namun, hal ini membutuhkan fokus dan komitmen kita bersama,” tutup Dian. (*) Mohammad Adrianto Sukarso