Jakarta – Bank Indonesia (BI) memiliki empat jurus kebijakan moneter untuk menjaga daya beli dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, jurus pertama ialah dengan menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate yang pada tahun ini sudah dipangkas sebanyak tiga kali menjadi 5,25 persen. Perry juga menegaskan, masih terdapat ruang ke depan untuk suku bunga kebijakan tersebut kembali di pangkas.
“Yang satu, suku bunga turun. BI Rate sudah kami turunkan tahun ini tiga kali dan masih ada ruang untuk ke depan,” kata Perry dalam konferensi pers KSSK Triwulan II 2025, dikutip, Selasa, 29 Juli 2025.
Tak hanya BI Rate, BI turut memangkas suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang lebih tinggi. Pada 31 Januari 2025, untuk SRBI dengan tenor 12 bulan suku bunganya mencapai 6,74 persen, namun saat ini turun menjadi 5,57 persen.
Baca juga: BI Sudah Borong SBN Rp147,6 Triliun hingga 25 Juli 2025
“Suku bunga SRBI 31 Januari 6,74 persen, sekarang adalah 5,57 persen untuk 12 bulan. Jadi sudah turun 117 basis poin dan ini juga menurunkan suku bunga SPN (surat perbendaharaan negara), yield SPN, dan seterusnya. Itu yang kemudian bisa mendorong daya beli dan pertumbuhan,” ungkapnya.
Kedua, BI menurunkan nilai instrumen SRBI untuk menambah likuiditas di pasar keuangan, sehingga sektor jasa keuangan bisa melakukan ekspansi bisnis. Posisi instrumen SRBI turun lebih dari Rp140 triliun menjadi Rp754,1 triliun hingga 23 Juli 2025 dari sebelumnya Rp923,5 triliun.
“SRBI sudah turun Rp169,4 triliun. Itu berarti kan likuiditas bank menambah,” tandasnya.
Ketiga, BI berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp147,6 triliun di sepanjang tahun atau hingga 25 Juli 2025.
Baca juga: KSSK: Stabilitas Keuangan Kuartal II 2025 Terjaga di Tengah Gonjang-ganjing Tarif Trump
“Bagaimana BI mendorong daya beli dan mendorong pertumbuhan adalah koordinasi dengan pemerintah. Kami beli SBN Rp147,6 triliun. Dengan pembelian SBN ini, sudah dijelaskan bagaimana fiskal mendorong sektor riil dan pembelian serta pertumbuhan,” imbuhnya.
Terakhir, kata Perry, pihaknya konsisten untuk menjaga nilai tukar rupiah agar tetap stabil. Hal itu memicu harga barang juga ikut stabil, sehingga daya beli masyarakat terdorong. (*)
Editor: Galih Pratama










