Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2003-2008 dalam acara Sharing Session dengan tema "Mewujudkan BPR yang Tangguh melalui Sinergi dan Tata Kelola", di Merlynn Park Hotel, Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025. (Foto: Muhammad Zullfikar)
Jakarta – Gubernur Bank Indoensia (BI) periode 2003-2008, Burhanuddin Abdullah, membeberkan alasan industri koperasi di Indonesia sulit berkembang. Menurutnya, salah satu penyebab utama adalah banyaknya regulasi yang justru menghambat koperasi untuk maju.
Burhanuddin mencontohkan bahwa di luar negeri, koperasi diperbolehkan mendirikan rumah sakit. Namun di Indonesia, hal tersebut dilarang karena untuk mendapatkan izin, lembaga tersebut harus berbentuk perseroan terbatas (PT).
“Di banyak negara, juga di Amerika, listrik itu dilayani oleh koperasi. Di sini nggak bisa karena harus PLN. Banyak, paling tidak ada 18 aturan yang melarang koperasi untuk berkiprah,” ujar Burhanuddin dalam acara Sharing Session dan penganugerahan Top 100 BPR Finance 2025, yang diselenggarakan majalah digital The Finance—bagian dari Infobank Media Group, di Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
Baca juga: Burhanuddin Abdullah: KMP Dorong 40 Persen Orang Indonesia Jadi Anggota Koperasi
Eks bos BI itu pun menilai bahwa semangat perekonomian berbasis kekeluargaan seperti yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 belum dijalankan secara utuh dalam kebijakan terhadap koperasi.
“Jadi, kalau nanti bapak berhadapan dengan koperasi di daerah, saya tahu juga, saya mendeteksi juga ada 100 besar koperasi di Indonesia dan sama seperti BPR juga mengandalkan kompetisi. Dan kebanyakan dari 100 besar koperasi di Indonesia itu adalah koperasi-koperasi yang di atasnya itu idenya credit union, ada kaitannya dengan agama tertentu, meskipun para anggotanya adalah masyarakat kebanyakan dan koperasinya sudah cukup besar,” jelasnya.
Baca juga: Koperasi Desa Merah Putih di Tengah Keraguan
Bekas Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran ini juga menyebut, banyak koperasi yang maju di Tanah Air justru tidak melaksanakan prinsip-prinsip atau aturan yang berlaku.
“Kemudian dikenal oleh kita ada open loop koperasi, yang terbuka, yang kemudian akan diperiksa oleh OJK. Kemudian yang closed loop koperasi, yang diperiksa atau diawasi oleh Kementerian Koperasi,” bebernya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menyatakan, pengawasan terhadap koperasi, khususnya yang bersifat open loop, dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan banyak permasalahan seperti fraud dan penipuan, yang berdampak besar terhadap sektor keuangan.
Dian menekankan bahwa ketidakselarasan regulasi antarlembaga pengawas bisa memunculkan celah penyalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Kalau misalnya banyak aturan dan banyak pengawasan itu sebenarnya justru untuk mengamankan sistem,” tandasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra
Poin Penting IPCM bagikan dividen interim tahun buku 2025 sebesar Rp4,40 per saham atau total… Read More
Poin Penting TKD hingga November 2025 terealisasi Rp795,6 triliun atau 91,5 persen dari pagu APBN,… Read More
Poin Penting RUPSLB GPSO menyetujui perubahan susunan direksi dan dewan komisaris, termasuk pengunduran diri empat… Read More
Poin Penting RUPSLB Bank Mandiri pada 19 Desember 2025 resmi mengangkat Zulkifli Zaini sebagai Komisaris… Read More
Poin Penting RUPSLB Bank Mandiri (BMRI) 19 Desember 2025 memutuskan perombakan jajaran dewan komisaris, sementara… Read More
Poin Penting Pemerintah menyalurkan Rp268 miliar ke Aceh, Sumut, dan Sumbar untuk 3 provinsi dan… Read More