Jakarta – Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 1993-1998 Soedradjad Djiwandono menilai nilai tukar rupiah bisa menembus Rp17.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini bakal terjadi bila Bank Sentral AS atau The Fed kembali menaikan suku bunga acuannya.
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah terus meleleh. Berdasarkan data dari Bloomberg hari Rabu (3/7/2024) pukul 14.51 WIB rupiah berada di level Rp16.371 per dolar AS.
“Kalau The Fed naikan suku bunga itu yang paling berbahaya. Kalau AS naikan suku bunga maka kita bisa depresiasi sampai Rp17.000, tapi kalau The Fed tidak naikin, maka nggak akan sampai ke situ (Rp17.000),” ujar Soedradjad dalam Mid Year Banking & Economic Outlook 2024, Selasa, 2 Juli 2024.
Baca juga: Ternyata Ini Biang Kerok yang Bikin Rupiah Anjlok Rp16.400 per Dolar AS
Menurutnya, meskipun The Fed tidak menaikan suku bunga acuan, mata uang dolar AS akan tetap menguat terhadap mata uang negara lain.
“Kita mempunyai cara menggunakan currency sendiri-sendiri pada saat bayar perdagangan, BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) melakukan hal yang sama, kok tetap saja dolar AS masih begitu kuat, dan kok The Fed nggak mau menurunkan suku bunga. Padahal ECB (European Central Bank) sudah turunkan suku bunga,” paparnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan penyebab anjloknya nilai tukar rupiah yang menembus Rp16.400 per dolar AS.
Sri Mulyani mencatat pada Mei 2024, rupiah sudah mencapai level Rp16.431 per dolar AS. Hal ini disebabkan oleh sentimen dari pasar keuangan global dan domestik.
Dari sisi global, suku bunga The Fed yang dipastikan tidak akan turun seperti yang diharapkan pasar, yakni sebanyak empat hingga lima kali di tahun ini.
Baca juga: Meski Naik Turun, Bos BI Pede Rupiah Bakal Berada di Bawah Rp16.000 per Dolar AS
“Ternyata FFR masih mengalami posisi yang stabil di 5,5 persen dan tidak terjadi tanda-tanda bahwa mereka akan segera menurunkan. Bahkan yang paling optimis penurunannya hanya satu kali pada tahun ini. Ini yang menyebabkan ekspektasi market yang kecewa,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTA, belum lama ini.
Sehingga, ekspektasi pasar yang menimbulkan kekecewaan. Hak ini yang menjadi salah satu penyebab menguatnya dolar AS atau rupiah mengalami depresiasi. (*)
Editor: Galih Pratama