Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai bahwa Indonesia makin resilien dan mampu menorehkan capaian pertumbuhan ekonomi yang tercatat impresif hingga mencapai 5,72% pada Kuartal III-2022 secara year on year (yoy).
“Di tengah perekonomian dunia yang terkoneksi ke bawah, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatatkan kinerja impresif selama tahun 2022 telah melebihi pertumbuhan sebelum pandemi atau 2019,” ujarnya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto mengungkapkan, capaian ekonomi Indonesia patut disyukuri semua pihak. Menurutnya, pertumbuhan 5,72% adalah hal yang menggembirakan, mengingat kondisi ekonomi global tengah bergejolak.
“Kita patut bersyukur bahwa perekonomian Indonesia masih tumbuh sebesar 5,72% (yoy) di tengah kondisi ancaman resesi global,” ujar Teguh, seperti dikutip 9 November 2022.
Selain itu, capaian tersebut terjadi saat Indonesia juga dihantui berbagai tantangan berat, baik dari kondisi global maupun dalam negeri. “Kinerja ekonomi kita cukup menggembirakan walaupun ada bayang-bayang resesi global, penurunan komoditas, ancaman inflasi, dan kenaikan suku bunga,” ujarnya.
Meski demikian, Teguh menekankan pentingnya pengendalian harga komoditas pangan agar capaian impresif perekonomian juga bisa dirasakan masyarakat kecil. Selain itu, pemerintah juga perlu mencegah kelangkaan stok pangan di pasaran yang bisa memicu kenaikan harga.
“Agar kinerja ekonomi dapat dirasakan langsung oleh masyarakat kecil maka pemerintah harus terus waspada dan sungguh-sungguh mengendalikan inflasi atau harga di masyarakat terutama makanan, serta menjamin ketersedian barang di pasar,” ungkapnya.
Sementara itu, Ekonom INDEF M.Rizal Taufiqurrohman mengatakan, dengan kondisi perekonomian indonesia yang positif, Indonesia cukup percaya diri di tengah gelombang tsunami inflasi dunia.
“Apalagi dengan gelombang inflasi tsunami global, tidak sedikit negara yang sudah ampun. Banyak pemimpin negara yang sudah give up. Kita mesti percaya diri dan optimis dengan potensi dan faktual kita, pertama dari sumber daya alam, Indonesia itu adalah anugrah harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat,” kata Rizal.
INDEF memproyeksikan pada kuartal 4 tidak bisa lebih tinggi lagi, berada di 5,3%, namun ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.
Yaitu, belanja modal dan barang yang produktif, penyesuaian secara moderat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), perlunya penguatan pasar domestik untuk berbagai produk yang memiliki daya saing di pasar global, dan juga penyaluran bansos dan perlinsos yang tepat sasaran.
Namun, menurut Rizal, Indonesia masih bisa merasakan windfall profit dari sejumlah komoditas yang tengah booming, syaratnya seluruh pengelolaan sumber daya alam yang melimpah, harus didorong ke industri hilir. “Mengapa industri hilir, karena akan menyelamatkan dalam memberikan kontribusi nilai tambah,” tambah Rizal.
Misalnya saja saat ini komoditas nikel tengah booming. Maka perlu didorong agar pengolahan nikel bisa dilakukan di dalam negeri sehingga end product yang diekspor.
“Indonesia memanfaatkan windfall profit, mencari sumber market lain yang menyerap devisa lebih baik lagi dengan komoditas yang semakin banyak, ya itu dengan pangan dan energi,” kata Rizal.
Sebelumnya, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal ke 3 Indonesia mendapatkan windfall profit dari batu bara,minyak kelapa sawit dan besi dan baja di angka 6,38%. Jika negara kembali merasakan windfall profit, menopang APBN, salah satunya bisa memberikan subsidi maupun bantuan yang lebih besar lagi. (*)