Country Director Google Indonesia, Veronica Utami (kanan) dan Senior Partner Bain and Company, Aadarsh Baijal saat paparan e-Conomy SEA 2025 di Jakarta, Kamis (13/11). (Foto: Steven Widjaja)
Poin Penting
Jakarta - Melalui laporan e-Conomy SEA 2025, Google, Temasek, serta Bain and Company baru saja merilis laporan terbaru mengenai tren ekonomi digital di Asia Tenggara. Dalam laporan itu, ekonomi digital Indonesia terus menunjukkan tren pertumbuhan double digit di semua segmennya.
Secara total, gross merchandise value (GMV) ekonomi digital Indonesia diproyeksi tumbuh 14 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi USD99 miliar di 2025. Pertumbuhan tahunan GMV ekonomi digital Indonesia di 2025 juga menunjukkan peningkatan ketimbang pertumbuhan tahunan sebelumnya, yakni 9 persen pada 2024.
Pertumbuhan GMV ekonomi digital Indonesia bahkan diproyeksi mencapai USD180 miliar sampai USD340 miliar pada 2030. Bila diperinci, segmen e-commerce tumbuh 14 persen secara tahunan ke USD71 miliar di 2025, transportasi dan makanan tumbuh 13 persen ke USD10 miliar, online travel tumbuh 11 persen ke USD9 miliar, dan online media tumbuh 14 persen ke USD9 miliar.
Dari pertumbuhan ekonomi digital Indonesia tersebut, salah satu sub sektor yang menjadi keunggulan Indonesia adalah video commerce. Country Director Google Indonesia, Veronica Utami mengungkapkan, video commerce Indonesia menempati peringkat nomor satu di Asia Tenggara dalam hal volume transaksi dan pertumbuhannya.
Video commerce sendiri adalah strategi pemasaran digital yang memanfaatkan konten video untuk mempromosikan dan menjual produk atau layanan.
Baca juga: Soroti Daya Saing E-Commerce, Ini Pesan Airlangga ke Mendag
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2025, volume transaksi pada video commerce di Indonesia mencapai USD2,6 miliar di 2025, atau melonjak 90 persen secara tahunan dalam setahun terakhir.
Pertumbuhan volume transaksi video commerce Indonesia ini jauh melampaui negara ASEAN lainnya seperti Thailand 30 persen (USD1,3 miliar), Malaysia 10 persen (USD700 juta), Vietnam 60 persen (USD1,3 miliar), Filipina 35 persen (USD1,2 miliar), dan Singapura 30 persen (USD45 juta).
“Video commerce adalah mesin yang sudah mengakselerasi seluruh sektor e-commerce kita. Indonesia adalah leader regional yang tidak terbantahkan untuk sektor ini,” sebut Veronica saat paparan laporan e-Conomy SEA 2025 di Jakarta, Kamis, 13 November 2025.
Lebih jauh, Veronica menerangkan jika peningkatan volume transaksi video commerce di Indonesia didukung oleh peningkatan ekosistem sellers maupun stores yang berkembang sangat pesat, yakni 75 persen secara tahunan dalam setahun terakhir, dengan total jumlah sellers dan stores mencapai sekitar 800 ribu di seluruh Indonesia.
“Di mana fesyen dan aksesori, serta beauty dan personal care ini menjadi kategori utama yang menyumbang hampir 50 persen dari seluruh GMV untuk video commerce,” bebernya.
Sementara itu, secara average order value (AOV), video commerce di Indonesia memiliki AOV sekitar USD4,5 sampai USD6 per order atau per pesanan. Veronica menerangkan, ini berarti AOV Indonesia jauh lebih terjangkau ketimbang AOV se-Asia Tenggara yang berkisar USD12.
“Apa artinya? Apa yang bisa kita simpulkan dari insight ini? Pertama, transaksi dalam video commerce di Indonesia didominasi oleh pembelian kecil, tapi dengan frekuensi atau volume yang sangat tinggi,” ungkap Veronica.
Baca juga: OJK Percepat Transformasi Ekonomi Digital Lewat IFSE 2025
Kedua, ia kembali menerangkan, pertumbuhan video commerce ini juga didominasi oleh kategori-kategori produk yang sangat mengandalkan visualisasi serta demonstrasi produk secara langsung.
Selain itu, pertumbuhan masif dalam video commerce di Indonesia turut didorong oleh niat konsumen yang tinggi atau intensi konsumen yang tinggi, terutama dimulai dari platform YouTube.
e-Conomy SEA 2025 menunjukkan, lebih dari 40 juta logged in users YouTube di Indonesia memiliki pencarian yang terkait dengan shopping atau aktivitas belanja di platform YouTube. Dengan waktu menonton terkait aktivitas belanja meningkat 400 persen lebih dalam setahun terakhir.
“YouTube adalah bagian esensial dari seluruh perjalanan belanja di Indonesia, yang mendorong penemuan dan membangun kepercayaan melalui rekomendasi kreator. Akhirnya, memicu volume transaksi yang masif lewat video commerce ini,” imbuh Veronica.
Di samping video commerce, pasar game online Indonesia juga menjadi pemimpin di wilayah ASEAN. Mobile gaming downloads di Indonesia mencapai 40 persen dari total unduhan mobile game di ASEAN, dan menyumbang pendapatan 35 persen dari total pendapatan di ASEAN.
“Sekarang, gimana caranya kita mengubah semua momentum konsumen yang sudah saya ceritakan barusan menjadi inovasi yang didukung oleh investor dengan pendanaan yang berkelanjutan,” tukas Veronica.
Baca juga: Implementasi ASEAN DEFA Ditargetkan 2026, Ekonomi Digital ASEAN Bisa Tembus USD2 T
Di sisi lain, Senior Partner Bain and Company, Aadarsh Baijal menyampaikan jika secara pangsa pasar, Indonesia telah siap. Namun, berbeda dengan negara lainnya seperti Singapura yang sudah mulai lebih dulu dalam hal pengembangan ekonomi digital, Indonesia baru memasuki masa-masa perkembangannya saat ini.
Ini membuat Indonesia masih membutuhkan waktu lagi ke depan untuk terus mengembangkan ekosistem dan sumber daya manusia (SDM) ekonomi digital, untuk menarik semakin banyak minat investor menanamkan modalnya.
“Indonesia baru memasuki tahap perkembangan ekonomi digital. Ini hanya masalah waktu. Indonesia perlu mengalihkan kesiapan pasar itu menjadi potensi komersial, dengan membibitkan inovasi-inovasi dari domestik yang menjawab tantangan pasar saat ini,” beber Aadarsh pada kesempatan yang sama.
Sebagai informasi, e-Conomy SEA 2025 juga melaporkan tren keinginan investor global dalam menempatkan dana investasi berdasarkan negara untuk lima tahun ke depan (2025-2030).
Dari laporan tersebut, terlihat bahwa seluruh investor global (100 persen) ingin menempatkan dananya di Singapura untuk mengembangkan inovasi digital. Diikuti Vietnam 79 persen, Malaysia 64 persen, Indonesia 50 persen, dan Filipina 43 persen.
Berdasarkan sektor layanan, mayoritas investor (79 persen) ingin menanamkan modalnya di sektor software dan layanan, AI dan deep tech (71 persen), healthcare (50 persen), sustainability tech (50 persen), fintech (36 persen), dan consumer products (36 persen). (*) Steven Widjaja
Page: 1 2
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More
Poin Penting Bank Mandiri raih 5 penghargaan BI 2025 atas kontribusi di makroprudensial, kebijakan moneter,… Read More
Poin Penting Menhut Raja Juli Antoni dikritik keras terkait banjir dan longsor di Sumatra, hingga… Read More