Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperpanjang restukturisasi kredit yang akan berakhir Maret 2023, karena mempertimbangkan kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya akibat dari pandemi Covid-19 dan tantangan global yang berkembang.
“Restrukturisasi nampaknya akan kita perpanjang, kita akan targeted secara sektoral, geografi dan kreditur. Kita tidak ingin kebijakan normalisasi kredit akan membahayakan pertumbuhan ekonomi. Mandat kita adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dengan demikian bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK dalam konferensi pers RDK, Senin, 3 Oktober 2022.
Dirinya optimis, mendekati akhir restrukturisasi akan terus menurun, walaupun pergerakannya lambat. Perbankan juga diharapkan bisa meningkatkan kinerja lebih baik lagi untuk mengantisipasi berbagai tantangan yang ada untuk mempertahankan stabilitas keuangan.
“Koordinasi OJK, pemerintah dan BI dapat dilakukan mixed policy yang akan bisa mempertahankan stabilitas keuangan dengan baik, apakah NIM naik atau GWM itu berkesinambungan. Sehingga keseluruhan sistem keuangan khususnya perbankan akan dimaintain dengan baik,” ungkap Dian.
Asal tahu saja, kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan pada Agustus 2022 sebesar Rp16,77 triliun menjadi Rp543,45 triliun, dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,88 juta nasabah dibandingkan Juli 2,94 juta nasabah.
Dengan perkembangan tersebut, nilai kredit restrukturisasi Covid-19 dan jumlah nasabahnya masing-masing telah turun sebesar 34,56% dan 57,90% dari titik tertingginya. (*) Irawati