Jakarta – Ekonomi global diprediksi masih akan tumbuh stagnan, atau bahkan cenderung melambat. Ketidakpastian yang tinggi akibat tensi geopolitik meningkat, kebijakan ekonomi negara maju hingga perubahan iklim.
Ekonom KISI Asset Management (KISI AM), Arfian Prasetya Ali mengungkapkan, kondisi itu bisa menimbulkan tekanan bagi pasar keuangan, baik global maupun domestik, serta menghadirkan tantangan yang kompleks bagi investor. Tapi, ia juga meyakini dalam setiap tantangan akan selalu ada peluang yang dapat dioptimalkan.
“Strategi yang tepat sangat diperlukan untuk dapat memanfaatkan momentum yang unik seperti saat ini, yakni era suku bunga yang relatif masih tinggi,” ujar Arfian dikutip Sabtu, 7 Desember 2024.
Ia memprediksi, arah kebijakan The Fed akan sangat dipengaruhi keseimbangan antara pasar tenaga kerja dan inflasi. Berdasarkan data inflasi AS terkini, PCE Inflation kembali meningkat sejalan dengan ekspektasi market, yakni sebesar 2,3 persen year on year (yoy), dari sebelumnya 2,1 persen. Sementara pasar tenaga kerja, terlihat masih solid. Ini tercermin dari Initial Jobless Claims yang lebih rendah dari perkiraan, yakni sebesar 213 ribu.
Baca juga: Begini Cara BRI Danareksa Sekuritas Perluas Akses Investasi ke Generasi Muda
“Kami melihat bahwa data-data tersebut dapat menjadi alasan kuat bagi The Fed untuk lebih perlahan dalam memangkan suku bunganya, terutama di tahun depan. Hingga akhir tahun ini, kami melihat akan adanya peluang pemangkasan kembali suku bunga The Fed sebesar 25 bps,” lanjutnya.
Sementara, untuk tahun depan, kemungkinan besar The Fed hanya akan memangkas suku bunganya sebesar 50 bps. Ini tidak lepas dari terpilihnya presiden Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat.
Trump kemungkinan mengambil kebijakan ekonomi baru berupa pemotongan pajak, peningkatan tarif impor, dan pembatasan imigrasi. Kebijakan ini mendorong pertumbuhan ekonomi dan inflasi, yang pada akhirnya akan memengaruhi arah penentuan suku bunga The Fed.
Perubahan kebijakan suku bung The Fed itu dapat berdampak terhadap ekonomi Indonesia, terutama terkait aliran modal dan nilai tukar. KISI Asset Management melihat ruang pemangkasan suku bunga Bank Indonesia ditahun depan juga akan lebih terbatas.
Baca juga: Investasi SBN Dinilai Menarik di Tengah Prospek Ekonomi RI yang Positif
Dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga yang lebih lambat, kupon-kupon yang akan diterbitkan oleh korporasi akan relatif tetap tinggi. Oleh sebab itu, berinvestasi pada instrumen obligasi korpoasi merupakan momentum yang tepat saat ini. Ke depan, kupon obligasi korporasi tidak akan setinggi sekarang.
KISi Asset Management sendiri mempunyai produk reksa dana yang sebagian besar atau 85 persen alokasi portofolio berisikan obligasi korporasi, yakni KISI Fixed Income Fund Plus. Dalam 6 bulan terakhir berhasil mencatatkan imbal hasil bersih sebesar 3,88 persen.
“Selain itu, produk ini juga mencatatkan performa stabil di tengah berbagai gejolak yang terjadi pada sepanjang tahun ini,” pungkas Arfian. (*) Ari Astriawan