Poin Penting
- Pelaku usaha diminta perlu lebih agile dan menerapkan GRC untuk menghadapi ketidakpastian global dan mendorong target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
- Pertumbuhan ekonomi global dan nasional menunjukkan pola fluktuatif, namun revisi naik IMF dan pulihnya kepercayaan publik memberi sinyal positif.
- Kebijakan fiskal dan stimulus pemerintah—termasuk penempatan SAL & SILPA, paket stimulus 8+4+5, serta pembentukan Satgas P2SP—diproyeksikan jadi katalis peningkatan investasi, konsumsi, dan stabilitas ekonomi.
Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), Aviliani mengungkapkan, dunia usaha perlu lebih agile di tengah ketidakpastian global yang terjadi saat ini.
Ia menekankan pentingnya penerapan tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan (governance, risk, and compliance/GRC) oleh pelaku usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8 persen.
“Dunia usaha, dan pemerintah perlu lebih agile dan pentingnya penerapan GRC,” ujarnya dalam kegiatan Media Workshop & Announcement JWC 2025 yang digelar secara daring pada Selasa, 9 Desember 2025.
Meski demikian, kata dia, di tengah ketidakpastian tersebut, kabar baiknya adalah IMF kembali merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Pada 2025, pertumbuhan diperkirakan mencapai 3,2 persen dari sebelumnya 3 persen pada Juli 2025.
Sementara itu, pada 2026 laju pertumbuhan diproyeksikan lebih lambat di kisaran 3,1 persen.
Baca juga: Survei Ipsos: Keamanan Tabungan dan Deposito Jadi Prioritas Nasabah di Tengah Tekanan Ekonomi
Sementara itu, di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menunjukkan pola yang fluktuatif dari 4,87 persen pada triwulan I, naik menjadi 5,12 persen pada triwulan II. Lalu, melemah tipis ke level 5,04 persen pada triwulan III.
“Dinamika pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif ini menggambarkan pemulihan yang masih rentan dan sangat dipengaruhi oleh ekspektasi dan kondusifitas perekonomian,” bebernya.
Oleh karena itu, momentum peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sejak Oktober 2025 menjadi peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Dampak Penempatan SAL dan SILPA
Penempatan dana SAL dan SILPA sebesar Rp200 triliun pada kluster pertama dan Rp76 triliun pada kluster kedua menjadi katalis positif.
Kebijakan itu menurunkan biaya dana (cost of fund/CoF), yang kemudian berdampak pada penurunan bunga deposito dan kredit, serta mendorong peningkatan investasi dan konsumsi. Sinyal positif ini ditangkap investor, tecermin dari 21 kali rekor all time high (ATH) pada IHSG.
Baca juga: IHSG Ditutup Menguat 0,90 Persen, Cetak Rekor ATH Baru di Level 8.710
Sementara itu, program paket stimulus 8 + 4 + 5 yakni 8 program akselerasi tahun 2025, 4 program lanjutan 2026, dan 5 program padat karya, juga memberikan dorongan positif, dengan total dana Rp16,23 triliun yang akan disalurkan kepada masyarakat.
Pembentukan Satuan Tugas Percepatan Program Strategis Pemerintah (Satgas P2SP) yang bertujuan mempercepat program strategis nasional, investasi, dan kebijakan ekonomi melalui debottlenecking, koordinasi lintas K/L, serta memastikan realisasi anggaran sesuai target, menjadi angin segar.
Baca juga: Terlalu! Bank Non Himbara Dilarang Kelola DHE, Langkah Mundur Tata Kelola Ekonomi Indonesia
Hal tersebut penting mengingat 90 persen PDB Nasional ditopang oleh sektor swasta dan konsumsi masyarakat.
“Pertumbuhan ekonomi bukan hanya angka di atas kertas, perlunya pemerataan dan juga ekspektasi masyarakat bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini. Maka dengan roda ekonomi yang bergerak lebih cepat maka keputusan finansial masyarakat menjadi lebih optimis” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra










