Jakarta – Bank Mandiri merevisi perkiraan neraca transaksi berjalan Indonesia pada tahun 2023. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memproyeksikan, neraca transaksi berjalan akan defisit -0,65% dari Produk Domestik Bruto (PDB), dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar -1,10% dari PDB.
“Kami telah merevisi perkiraan neraca transaksi berjalan Indonesia pada tahun 2023, memproyeksikan defisit yang lebih kecil sebesar -0,65% dari PDB dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar -1,10% dari PDB,” ucap Faisal dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 23 Mei 2023.
Menurutnya, penurunan utamanya disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ekspor akibat penurunan harga komoditas. Sementara surplus perdagangan diperkirakan menyusut, penurunan harga komoditas diproyeksikan akan terjadi secara bertahap, berkat pembukaan kembali ekonomi China.
“Namun demikian, peningkatan risiko resesi saat ini, khususnya di AS, dapat berdampak negatif terhadap prospek,” ujar Faisal.
Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial, kekhawatiran perlambatan ekonomi global dapat menyebabkan sentimen menghindari risiko di pasar saham. Selain itu, bank sentral utama cenderung mempertahankan tingkat suku bunga kebijakan global yang tinggi untuk jangka waktu yang lama sebagai langkah memerangi inflasi. Dia melihat, hal ini menimbulkan tantangan untuk menarik arus masuk ke pasar obligasi.
Disisi lain, inflasi Indonesia diprakirakan terus menurun ke depan dan dapat mencapai kisaran sasaran 2% – 4% pada akhir paruh pertama 2023, lebih awal dari perkiraan sebelumnya.
“Hal ini akan mempertahankan penyebaran suku bunga riil yang positif (suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi), membuat instrumen keuangan Indonesia relatif lebih menarik dibandingkan dengan negara lain, sehingga menarik arus masuk,” katanya.
Di samping itu, upaya pemerintah untuk lebih mengembangkan hilirisasi sumber daya alam kemungkinan akan menarik investasi asing langsung tambahan ke Indonesia. Langkah-langkah untuk mempertahankan devisa hasil ekspor sumber daya alam, termasuk memanfaatkan deposito berjangka valas Bank Indonesia dapat menghalangi penempatan aset di luar negeri.
Secara keseluruhan, cadangan devisa akan tetap memadai, yang diperkiraan sekitar USD135 miliar – USD155 miliar pada akhir tahun 2023, dibandingkan dengan USD137,2 miliar pada tahun 2022.
“Hal ini akan mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap USD di tengah meningkatnya ketidakpastian global. Kami memperkirakan nilai tukar Rupiah berada di sekitar Rp14.864 per USD pada akhir tahun 2023,” jelasnya.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2023 terus meningkat. NPI pada triwulan I-2023 mencatat surplus USD6,5 miliar, atau meningkat bila dibandingkan dengan triwulan IV-2022 yang tercatat sebesar USD4,7 miliar.
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2023 meningkat dari sebelumnya USS137,2 miliar pada akhir Desember 2022 menjadi USD145,2 miliar, atau setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Sehingga, transaksi berjalan kembali mencatat surplus didukung oleh surplus neraca perdagangan barang yang tetap tinggi. Pada triwulan I-2023, transaksi berjalan tercatat surplus USD3,0 miliar (0,9% dari PDB), melanjutkan capaian surplus pada triwulan IV 2022 sebesar USD4,2 miliar (1,3% dari PDB). (*)
Editor: Galih Pratama